MERCUSUAR.CO, Jakarta – Bank Indonesia atau BI mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2023 turun sebesar US$ 398,3 miliar atau Rp 5.974 triliun, turun dibandingkan bulan lalu sebesar US$ 403,0 miliar.
Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi 1,7 persen, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yaitu sebesar 1,3 persen.
“Kontraksi pertumbuhan utang luar negeri ini bersumber pada penurunan utang dari sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulis, Senin, 17 Juli 2023.
Erwin mengungkapkan, utang luar negeri khususnya pada posisi pemerintah per akhir Mei 2023 sebesar US$ 192,6 miliar. Angka ini turun dari bulan sebelumnya sebesar US$ 194,1 miliar, atau naik secara tahunan sebesar 2,3 persen
Adapun penurunan posisi ULN pemerintah ini dipicu oleh pembayaran neto pinjaman luar negeri dan beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang sudah jatuh tempo.
“Pemerintah tetap berkomitmen untuk mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok serta bunga tepat waktu,” ujar Erwin.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan utang luar negeri pemerintah ini akan terus diarahkan untuk mendukung upaya pemerintah membiayai sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dukungan utang luar negeri ini mencakup antara lain sektor jasa kesehatan serta kegiatan sosial (24,1 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,9 persen), jasa pendidikan (16,8 persen), konstruksi (14,2 persen), dan jasa keuangan dan asuransi (10,2 persen).
Dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi Juli 2023 dipaparkan posisi utang luar negeri pemerintah tersebut relatif aman dan terkendali. Pasalnya, hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah.
Sementara itu, utang luar negeri swasta per akhir Mei 2023 tercatat sebesar US$ 196,5 miliar, turun dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya sebesar US$ 199,5 miliar. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi sebesar 5,8 persen, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 4,6 persen.
Adapun penurunan utang luar negeri swasta ini dikontribusikan oleh semakin turunnya utang perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) dan lembaga keuangan (financial corporations) yang masing-masing mengalami kontraksi 5,3 persen dan 7,6 persen (yoy), dibandingkan dengan kontraksi 4,8 persen dan 3,9 persen pada bulan lalu.
Sementara, berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; industri pengolahan; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78 persen dari total ULN swasta. Secara umum, utang luar negeri swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,8 persen terhadap total ULN swasta.
Bank Indonesia menilai utang luar negeri Indonesia per Mei 2023 tetap terkendali. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 29,7 persen ketimbang rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30 persen.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat. Hal tersebut terlihat dari dominasi utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa mencapai 87,3 persen dari total ULN.
Untuk menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan utang. Hal ini didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ini juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.