Wonosobo, Mercusuar.co – Upaya Kabupaten Wonosobo untuk benar-benar mewujudkan diri sebagai daerah Ramah Hak Asasi Manusia (HAM) menghadapi tantangan serius. Hal ini terungkap jelas saat Komisi Kabupaten Wonosobo Ramah HAM (Komda Ramah HAM) melakukan audiensi krusial dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Wonosobo di sekretariat mereka, Kaliwiro.
Dalam pertemuan yang dipimpin oleh aktivis buruh migran terkemuka, Maizidah Salas, SBMI secara tegas mengusulkan pembentukan Peraturan Daerah (PERDA) tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Usulan ini didorong oleh realitas miris dan tragis yang masih banyak dialami oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Wonosobo, di mana kerentanan mereka menjadi korban TPPO sangat tinggi.
Cerita Miris dan Tragis PMI: Seruan untuk Kehadiran Pemerintah
Kunjungan Komda Ramah HAM ke SBMI di Kaliwiro menjadi momentum untuk mendengarkan langsung berbagai kisah pilu dari para buruh migran. Maizidah Salas dan rekan-rekannya menyampaikan bahwa kasus-kasus TPPO masih marak dan menghantui para PMI.
Mereka menyoroti bagaimana calon-calon PMI seringkali menghadapi kondisi penampungan yang tidak manusiawi, penyekapan, dan pembatasan yang menekan psikologis, jauh dari proses edukasi dan pelatihan yang seharusnya fokus dan valid.
“Banyak sekali cerita miris dan tragis yang dialami oleh pekerja migran Indonesia,” ujar Maizidah Salas. Ia menekankan bahwa kondisi ini sangat mendesak dan membutuhkan kehadiran pemerintah secara penuh dan berkelanjutan, mencakup seluruh fase migrasi: mulai dari pemberian informasi yang valid di hulu, edukasi/pelatihan terfokus tanpa tekanan psikologis, hingga pemberdayaan PMI yang sudah purna agar dapat hidup mandiri dan produktif.
Lebih lanjut, SBMI juga menyoroti satu aspek perlindungan yang sering luput dari perhatian: kondisi anak-anak PMI yang ditinggal orang tuanya bekerja di luar negeri. Anak-anak ini sangat rentan terhadap bullying (perundungan), kurang terurus, dan sering merasa kehilangan panutan di rumah. Dampak sosial ini dinilai serius dan memerlukan intervensi khusus dari pemerintah daerah.
Fokus Strategis SBMI: Dorongan Perda TPPO dan Perlindungan Menyeluruh
Dalam audiensi tersebut, Komda Ramah HAM bersama DPC SBMI Wonosobo memperdalam pembahasan ke isu-isu strategis yang menjadi akar masalah serta solusi jangka panjang. Diskusi mengerucut pada beberapa poin utama, dengan usulan pembentukan PERDA TPPO sebagai isu sentral:
Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO): Regulasi daerah seperti PERDA TPPO dinilai krusial untuk memperkuat payung hukum dan mekanisme pencegahan, mengingat tingginya kerentanan warga Wonosobo menjadi korban.
Perlindungan, Advokasi Hukum, dan Pemberdayaan Eks-Buruh Migran: Dibutuhkan sistem perlindungan yang solid, bantuan hukum cepat, serta program pemberdayaan efektif agar eks-PMI tidak kembali terjebak migrasi non-prosedural.
Edukasi Publik: Edukasi tentang bahaya jalur non-prosedural dan penipuan calo perlu digencarkan hingga ke desa-desa.
Penguatan Perlindungan di Penampungan dan Negara Tujuan: Pemerintah daerah harus memiliki mekanisme pengawasan yang memastikan penampungan layak dan jaringan perlindungan di luar negeri.
Sosialisasi Jalur Resmi Migrasi: Masyarakat perlu diberikan akses informasi yang mudah dan jelas tentang jalur migrasi legal dan aman.
Pemanfaatan Media Sosial: Karena keterbatasan anggaran, edukasi calon PMI dapat diperkuat melalui media sosial yang lebih murah, cepat, dan akrab dengan warga Wonosobo.
Komitmen Komisi Kabupaten Ramah HAM: Negara Hadir dari Hulu ke Hilir
Melalui audiensi ini, Komda Ramah HAM Kabupaten Wonosobo menegaskan kembali komitmennya. Pembangunan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM tidak hanya menyasar sektor-sektor umum, tetapi juga harus menjangkau perlindungan pekerja migran.
Tafrihan, anggota Komisi Kabupaten Ramah HAM yang hadir di Kaliwiro, menyatakan bahwa isu buruh migran sangat vital. “Isu buruh migran sangat krusial, karena selama ini PMI sangat rentan menjadi objek TPPO,” tegasnya.
Ia menambahkan, masukan dari SBMI Wonosobo sangat berarti. Pihaknya akan mendorong agar Pemerintah Kabupaten Wonosobo hadir sejak warganya masih berstatus calon PMI, saat pelatihan, hingga mereka kembali ke tanah air. Kehadiran negara menjadi kunci untuk memutus mata rantai kerentanan TPPO.
Menurut Tafrihan, Komisi HAM bukan eksekutor, melainkan berfungsi memberikan rekomendasi kepada pemerintah kabupaten agar mengambil langkah nyata dalam perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM di Wonosobo.
Komisi Kabupaten Wonosobo Ramah HAM berkomitmen untuk terus menyerap aspirasi masyarakat dan mengawal implementasi nilai-nilai HAM agar benar-benar hadir nyata dalam kehidupan warga. Usulan pembentukan PERDA TPPO oleh SBMI diharapkan segera direspons oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan DPRD sebagai langkah progresif melindungi warga dari kejahatan kemanusiaan luar biasa, yakni TPPO.
Langkah kolaboratif antara Komisi Kabupaten Wonosobo Ramah HAM dan DPC SBMI Wonosobo ini menandai babak baru perjuangan perlindungan buruh migran. Pesannya jelas: tidak ada toleransi bagi praktik TPPO terhadap warga Wonosobo tercinta.