Era AI: Pers Dituntut Adaptif, Akurasi dan Etika Jadi Taruhan

IMG 9572 scaled

Mercusuar.co, SEMARANG – Perkembangan kecerdasan buatan (AI) semakin memengaruhi berbagai sektor, termasuk dunia pers dan pendidikan tinggi. Keduanya dituntut untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi tanpa mengabaikan prinsip kebenaran, akurasi, dan etika jurnalistik.

Hal ini menjadi pembahasan utama dalam Dialog 5 Rektor bertajuk “Masa Depan Pers di Era AI” yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah di Auditorium RS Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Rabu (5/2). Dialog ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 Tingkat Jateng dan HUT ke-79 PWI.

Bacaan Lainnya

Acara ini menghadirkan beberapa akademisi dan praktisi media, di antaranya Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Mudzakkir Ali, Rektor Universitas Semarang (USM) Supari, Wakil Rektor III Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) M Qomaruddin, Wakil Rektor Bidang Umum, Keuangan, dan SDM Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Guruh Fajar Shidik, serta Wakil Rektor III Unimus Eny Winaryati. Diskusi dipandu oleh Dosen Unimus Muhammad Munsarif dan dihadiri oleh Rektor Unimus Masrukhi, mahasiswa dari lima perguruan tinggi, serta sejumlah pejabat daerah dan tokoh pers.

Rektor Unwahas, Mudzakkir Ali, menyoroti cepatnya perkembangan teknologi informasi yang membawa tantangan bagi dunia pers dan akademisi. Ia mengingatkan bahwa perubahan zaman adalah keniscayaan yang harus dihadapi dengan kesiapan mental dan keilmuan.

Sementara itu, Rektor USM, Supari, menekankan pentingnya sinergi antara pers dan perguruan tinggi dalam mempersiapkan generasi unggul.

“AI harus dimanfaatkan secara optimal untuk memperkuat dunia jurnalistik dan pendidikan. Kita harus beradaptasi agar teknologi ini bisa membantu pers dan akademisi dalam membangun masa depan Indonesia,” jelasnya.

Tantangan Etika dalam Penggunaan AI

Wakil Rektor III Unissula, M Qomaruddin, mengingatkan bahwa meskipun AI dapat memudahkan pekerjaan wartawan, penggunaannya harus tetap mengutamakan keakuratan dan etika.

“Teknologi ini berpotensi menyebarkan informasi yang tidak sesuai fakta jika tidak digunakan secara bijak,” ujarnya.

Sementara itu, Guruh Fajar Shidik dari Udinus menjelaskan perkembangan AI sejak 1950 hingga saat ini.

“Setiap masa memiliki teknologinya, dan setiap teknologi ada masanya. Kini AI telah diterapkan dalam berbagai platform digital seperti ChatGPT, TikTok, dan YouTube yang menggunakan algoritma pemprofilan dan klasifikasi,” tegasnya.

Dari perspektif Unimus, Eny Winaryati menegaskan bahwa wartawan harus terus beradaptasi dengan perkembangan AI, tetapi tetap berpegang pada tiga prinsip utama dalam menyampaikan informasi, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.

Ketua PWI Jawa Tengah, Amir Machmud, menyampaikan apresiasi kepada Unimus dan seluruh pihak yang mendukung terselenggaranya dialog ini. Ia menegaskan bahwa tantangan terbesar bagi dunia pers saat ini adalah bagaimana tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik di tengah derasnya arus informasi berbasis AI.

“Wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers. AI hanyalah alat, tetapi tanggung jawab dalam penggunaannya tetap ada pada manusia,” tutupnya.

Pos terkait