MERCUSUAR.CO – Di tengah penurunan angka pernikahan di Jepang, tren ‘friendship marriage‘ semakin berkembang. Mengutip South China Morning Post, jumlah pernikahan di Jepang menurun sebesar 6 persen pada tahun 2023 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Banyak anak muda Jepang kini memilih ‘friendship marriage‘, sebuah konsep pernikahan yang bebas dari unsur cinta dan seks. ‘Friendship marriage’ dianggap sebagai alternatif dari pernikahan tradisional, di mana hubungan ini didasarkan pada minat dan nilai yang sama antara dua individu, tanpa melibatkan perasaan romantis.
Dalam ‘friendship marriage‘, pasangan dianggap sah secara hukum, tetapi tidak ada interaksi romantis atau seksual di antara mereka. “Aku tidak cocok menjadi pacar seseorang, tapi aku bisa menjadi teman yang baik. Aku hanya ingin seseorang dengan selera sama melakukan hal-hal yang kami berdua nikmati,” ujar salah satu pelaku ‘friendship marriage‘.
Pasangan dalam hubungan ini bisa hidup bersama sebagai rekan sekamar dan menjalani kehidupan layaknya pasangan suami istri, tetapi mereka juga bisa menjalin hubungan dengan orang lain sesuai dengan kesepakatan bersama. Mereka juga diperbolehkan memiliki anak melalui inseminasi buatan. Konsep ini lebih diminati oleh kelompok aseksual, homoseksual, dan heteroseksual yang menghindari pernikahan tradisional.
Menurut Livemint, lebih dari 70 persen pasangan ‘friendship marriage‘ memilih hubungan ini untuk memiliki anak, karena masih sulit bagi wanita lajang di Jepang untuk menjadi ibu dalam kultur ketimuran yang kental. Tren ini juga lebih populer di kalangan orang-orang aseksual dan homoseksual, serta anak muda dengan pendapatan di atas rata-rata nasional.
Colorus, sebuah lembaga yang banyak menangani ‘friendship marriage’, mencatat bahwa sejak 2015, sekitar 500 orang di Jepang telah mencoba konsep hubungan ini. Pasangan dalam ‘friendship marriage‘ dapat membuat kesepakatan bersama tentang bagaimana hubungan mereka berlangsung, termasuk apakah mereka akan menjalin hubungan dengan orang lain dan apakah mereka akan memiliki anak melalui inseminasi buatan.
Keputusan dalam hubungan ini sangat bergantung pada kesepakatan bersama kedua belah pihak, menjadikan ‘friendship marriage’ sebagai bentuk hubungan yang sangat fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan individu.