Jika Ingin Berlibur Juli, Simaklah Agenda Lengkap HUT Wonosobo

images 1

MERCUSUAR, WONOSOBO – Jika ingin berlibur ke Wonosobo pada bulan Juli, alangkah baiknya bertepatan dengan rangkaian hari jadi. Anda akan disuguhkan berbagai macam atraksi budaya dan kuliner komplit. Tahun ini Wonosobo ulang tahun yang ke-200 tahun atau 2 abad.

Seluruh prosesi Hari Jadi Kabupaten Wonosobo terasa lebih dari sekadar tontonan. Rangkaian Hari Jadi Kabupaten Wonosobo setiap tahunnya disusun dalam prosesi-prosesi yang tak hanya indah dilihat, tetapi juga sarat akan makna.

Bacaan Lainnya

Serah Terima Panji-panji

Serah terima panji kabupaten mengawali rangkaian prosesi Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. Prosesi ini biasanya dilaksanakan di area Pendopo Bupati Wonosobo.

Prosesi ini bukan sekadar simbol administratif, melainkan perwujudan semangat estafet kepemimpinan, tanggung jawab sejarah, dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur yang menjadi dasar berdirinya Wonosobo.

Prosesi diawali dari Pendopo Kabupaten Wonosobo, tempat seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat berkumpul dalam balutan busana adat.

Dalam suasana khidmat, Bupati Wonosobo akan menyerahkan Song-song Catragung Pangayom kepada para camat se-Kabupaten Wonosobo.

Payung klasik ini bukan sekadar benda, melainkan simbol penting bahwa seorang pemimpin harus menjadi pelindung bagi rakyatnya, membawa kesejukan, ketenteraman, dan rasa aman di tengah gejolak kehidupan.

Selanjutnya, Tombak Korowelang Kantentreman biasanya diserahkan oleh Kapolres Wonosobo kepada Kapolsek dari masing-masing kecamatan.

Tombak pusaka ini bukan hanya peninggalan masa kolonial, ketika Wonosobo berada di garis depan perlawanan terhadap penjajah, tetapi kini juga menjadi simbol semangat baru.

Di masa modern, tombak ini menandai tekad bersama untuk menghadapi musuh-musuh yang lebih abstrak namun nyata seperti masalah kemiskinan, pendidikan, dan ketimpangan sosial.

Sementara itu, dari sisi legislatif, Ketua DPRD Kabupaten Wonosobo menyerahkan Panji Gegunungin Praja, bendera lambang daerah, kepada para sekretaris kecamatan.

Bendera ini menjadi representasi dari identitas lokal yang dibangun dari akar budaya dan kebersamaan.

Sebagai penanda kebangsaan, bendera merah putih, Sang Saka Dwiwarna, biasnya diserahkan oleh Komandan Kodim 0707 kepada para Danramil.

Ini menegaskan bahwa di tengah semangat lokal, Wonosobo tetap teguh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kirab Panji dan Gelar Budaya di 15 Kecamatan

Usai panji-panji tersebut diserahkan dari kabupaten kepada pemangku kepentingan di tiap-tiap kecamatan, selanjutnya panji-panji akan dikirabkan.

Panji-panji tersebut nantinya akan dibawa dalam kirab keliling di 15 kecamatan dan 265 desa/kelurahan se-Kabupaten Wonosobo.

Kirab panji ini akan disambut oleh warga dengan beragam gelaran budaya lokal dari pentas kesenian rakyat dan acara lainnya.

Ziarah Makam Pendiri Wonosobo

Ziarah dan tabur bunga ke makam pendiri serta tokoh dan ulama Wonosobo masuk rangkaian peringatan hari jadi Kabupaten Wonosobo.

Setidaknya saat momentum Hari Jadi Kabupaten Wonosobo ada enam makam utama yang diziarahi oleh Bupati, Wakil Bupati, unsur Forkopimda, dan jajaran pejabat Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

Salah satu makam yang selalu dikunjungi saat Hari Jadi Kabupaten Wonosobo ialah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Setjonegoro atau Kyai Muhammad Ngarpah, bersama isterinya R.Ay T. Setjonegoro, di Dusun Kauman, Desa Payaman, Magelang.

Ziarah ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi pengingat yang hidup bahwa kehidupan hari ini adalah buah dari kerja keras, pengorbanan, dan visi besar para leluhur.

Menghormati mereka bukan hanya soal mengenang nama, tetapi juga melanjutkan perjuangan mereka dengan cara-cara baru. Membangun Wonosobo yang lebih mulia, bermartabat, dan siap menyongsong masa depan.

Pengambilan Air dari 7 Sumber Mata Air

Dalam prosesi Hari Jadi Kabupaten Wonosobo ada pengambilan air dari tujuh sumber mata air di berbagai penjuru.

Sumber mata air yang diambil ini telah dipilih sejak lama dan diyakini membawa kekuatan spiritual serta menjadi nadi kehidupan masyarakat Wonosobo.

Tujuh sumber mata air tersebut di antaranya Tuk Bima Lukar, Tuk Goa Sumur, Tuk Mudal, Tuk Surodilogo, Tuk Tempurung, Tuk Kaliasem, dan Tuk Sampang.

Air dari ketujuh sumber ini diambil secara bergiliran, diiringi doa dan tata cara ritual adat yang dilestarikan turun-temurun.

Para sesepuh membawa kendi-kendi, mengumpulkan air suci dengan penuh kehati-hatian.

Setelah semuanya terkumpul, ketujuh air tersebut nantinya akan dicampur menjadi satu, menciptakan air tunggal yang menjadi simbol persatuan dan keberkahan.

Air suci ini akan digunakan dalam upacara Birat Sengkala dan Hastungkoro, dua ritual penting dalam peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo.

Tujuannya bukan hanya menolak bala dan mengusir energi negatif, tetapi juga memohon restu leluhur dan alam agar Wonosobo senantiasa damai, sejahtera, dan terhindar dari bencana.

Bedhol Kedhaton di Desa Plobangan

Salah satu prosesi Hari Jadi Kabupaten Wonosobo yang paling sarat makna adalah Bedhol Kedhaton.

Prosesi ini menceritakan perpindahan pusat pemerintahan dari Kecamatan Selomerto ke Kecamatan Wonosobo yang kini menjadi ibu kota kabupaten.

Bedhol Kedhaton bukan sekadar simbol geografis, tapi penanda peralihan pusat kekuasaan, budaya, dan peradaban.

Dulu, pemerintahan Wonosobo berpusat di Desa Plobangan, Kecamatan Selomerto. Sebuah wilayah yang menyimpan jejak awal mula terbentuknya kabupaten.

Dalam momentum ini berlangsung pula prosesi pasrah tampi panji yaitu serah terima panji terakhir dari desa paling ujung, sebagai penutup kirab panji yang sebelumnya telah berkeliling di seluruh kecamatan se-Kabupaten Wonosobo.

Salah satu rangkaian penting dalam acara ini juga yakni pengambilan air suci dari Tuk Sampang. Air ini melengkapi enam mata air lain yang sebelumnya sudah diambil.

Usai pengambilan air, Bupati dan jajaran Forkopimda akan melanjutkan prosesi dengan ziarah ke makam Ki Ageng Wonosobo salah satu tokoh pendiri Wonosobo.

Doa-doa dipanjatkan sebagai bentuk penghormatan, sekaligus penguatan spiritual bahwa pembangunan hari ini berakar pada perjuangan para pendahulu.

Tapa Bisu

Tapa Bisu merupakan ritual sunyi yang menjadi bagian penting dari perayaan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo.

Saat malam Tapa Bisu seluruh lampu di pusat kota Wonosobo benar-benar dipadamkan.

Jalan-jalan berubah gelap, hanya disinari cahaya obor yang dibawa oleh ratusan orang dari Desa Plobangan.

Tapa Bisu bukan sekadar kirab malam. Ini adalah perjalanan batin, sebuah doa dalam diam yang menyatukan harapan, penghormatan, dan kesadaran spiritual.

Rombongan pembawa obor memulai perjalanan dari depan Klenteng Hok Hoo Bio Wonosobo, menyusuri jalanan kota tanpa suara menuju Pendopo Kabupaten Wonosobo.

Hanya langkah kaki dan nyala obor yang menjadi penanda bahwa di balik gelapnya malam, ada kekuatan doa yang sedang bergerak.

Dalam prosesi ini, dua elemen sakral dibawa dengan penuh khidmat yaitu air suci dari Tuk Sampang dan segenggam tanah dari Makam Ki Ageng Wonosobo (siti bantolo).

Keduanya diambil dalam prosesi Bedhol Kedhaton yang berlangsung siang harinya di Desa Plobangan, tempat yang dahulu menjadi pusat pemerintahan pertama Wonosobo.

Di pendopo akan disambut oleh bupati untuk serah terima air suci dari Tuk Sampang dan segenggam tanah dari Makam Ki Ageng Wonosobo (siti bantolo) yang dibawa rombongan.

Hastungkoro di Pendopo Bupati

Prosesi Hastungkoro (ujubing umbul donga) merupakan sebuah ritual saat Hari Jadi Kabupaten Wonosobo yang selalu dilaksanakan.

Hastungkoro adalah prosesi doa bersama, sebuah bentuk penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa, yang mengandung harapan besar agar Wonosobo dan seluruh warganya selalu dalam lindungan-Nya.

Suasana Hastungkoro begitu khidmat. Di tengah malam yang hening, dengan latar alunan kidung doa dan kehadiran unsur pimpinan daerah.

Prosesi ini menjadi ruang bagi semua yang hadir untuk merefleksikan perjalanan dua abad Wonosobo dari tanah yang dijaga leluhur, hingga menjadi kabupaten yang terus tumbuh dan berkembang.

Birat Sengkolo

Prosesi Birat Sengkala menjadi puncak spiritual dari rangkaian Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. Prosesi ini melambangkan sebuah penghayatan.

Diawali dengan penyerahan simbolik Songsong Agung yaitu payung kebesaran sebagai lambang pelindung rakyat, dan Tombak Katentreman pusaka yang merepresentasikan kekuatan penjaga ketenteraman.

Prosesi dilanjutkan bupati dengan ritual ngracik tirta suci yakni mencampurkan air dari tujuan sumber mata air yang telah diambil sebelumnya. Air ini menjadi sarana pembawa berkah dan tolak bala.

Prosesi kemudian bergerak menuju pusat Alun-alun Wonosobo, tepat di bawah naungan rindang beringin kurung, tempat yang dipercaya sebagai titik pusat keseimbangan.

Di sana, segenggam tanah dari Desa Plobangan cikal bakal pemerintahan Wonosobo ini ditanam secara simbolis. Tanah ini adalah lambang akar sejarah, pengingat dari mana semua bermula.

Dalam suasana yang sunyi dilanjutkan dengan pemercikan air suci yang telah dicampur tadi ke empat penjuru mata angin. Pemercikan dilakukan dengan menggunakan daun dadap serep.

Tiap cipratan air mengandung doa, agar segala bentuk sengkal, kesialan, malapetaka, dan rintangan tersingkir dari jalan Wonosobo ke depan.

Pisowanan Agung

Puncak peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo dilaksanakan di Alun-alun Wonosobo melalui prosesi Pisowanan Agung.

Ribuan warga Wonosobo akan turut hadir dalam upacara yang kental nuansa budaya dan tradisi ini.

Prosesi dimulai dengan penjemputan Bupati dan Wakil Bupati oleh Forkopimca dari kompleks Pendopo Kabupaten Wonosobo.

Rombongan berjalan dari pendopo menuju alun-alun, diiringi musik tradisional, serta kirab gunungan sayur dari masing-masing kecamatan.

Dalam tradisi Pisowanan Agung, masyarakat “sowan” atau menghadap bupati untuk mendengarkan sabdo utama, sebuah pidato utama dari Bupati Wonosobo.

Upacara ini juga menyajikan pembacaan sejarah Wonosobo sebagai refleksi perjalanan panjang kabupaten ini.

Simbol kemakmuran dan rasa syukur, gunungan sayur, menjadi bagian paling ditunggu masyarakat.

Usai upacara, warga beramai-ramai memperebutkan gunungan yang berisi hasil bumi, menciptakan suasana meriah dan penuh semangat kebersamaan.

Acara ini menjadi wujud penghormatan terhadap nilai budaya lokal serta mempererat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat.

Prosesi Ruwat Rambut Gimbal

Tradisi ruwat cukur rambut gimbal, sebuah ritual khas daerah Wonosobo turut dilaksanakan dalam rangkaian Hari Jadi Kabupaten Wonosobo.

Peserta yang mengikuti prosesi ini adalah anak-anak berambut gimbal yang telah mendaftarkan diri sebelumnya.

Menurut tradisi, rambut gimbal tumbuh secara alami dan hanya pada anak-anak tertentu yang dipercaya sebagai titisan Kyai Kolodete, tokoh leluhur masyarakat Wonosobo. Anak-anak ini disebut sebagai anak-anak pilihan.

Prosesi pemotongan tidak dapat dilakukan sembarangan, melainkan harus atas kemauan sang anak sendiri.

Biasanya, keinginan tersebut disertai dengan sebuah permintaan atau bebono anak gimbal yang wajib dipenuhi orang tua sebelum prosesi pemotongan rambut dilakukan.

Setelah rambut gimbal dicukur, rambut tersebut kemudian dilarung di Telaga Menjer, sebagai simbol pembersihan dan pembuangan unsur negatif dari dalam diri sang anak, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur dan pengharapan akan kehidupan yang lebih baik.

Ruwat cukur rambut gimbal menjadi bagian penting dalam pelestarian budaya lokal serta menarik minat masyarakat untuk lebih mengenal tradisi spiritual dan kearifan lokal khas Wonosobo.

Pentas Seni Kerakyatan di Alun-alun

Rangkaian panjang Hari Jadi Kabupaten Wonosobo selalu ditutup dengan hiburan pentas seni kerakyatan di alun-alun.

Masyarakat tumpah ruah memenuhi Alun-alun Wonosobo untuk menyaksikan beragam hiburan pertunjukan seni ataupun musik yang disuguhkan.

Setiap tahunnya pertunjukan hiburan yang disuguhkan berbeda-beda untuk menghibur masyarakat Wonosobo secara gratis.

Panggung meriah dengan gemerlap lampu dan sorak-sorai penonton menjadikan malam puncak perayaan begitu meriah.

Hiburan pentas seni kerakyatan ini menjadi simbol penutup rangkaian perayaan yang menyatukan semua elemen masyarakat dalam satu semangat kebersamaan.

 

Pos terkait