Tangis Mbah Siyem: Warisan 1,7 Hektar Jadi Aset Desa di Grobogan

Tangis Mbah Siyem: Warisan 1,7 Hektar Jadi Aset Desa di Grobogan
Tangis Mbah Siyem: Warisan 1,7 Hektar Jadi Aset Desa di Grobogan

MERCUSUAR.CO, Grobogan – Kepulangan Mbah Siyem (60) dari perantauan di Sumatera pada tahun 2022 membawa kejutan tak terduga. Sertifikat tanah warisan bapaknya, Kasman, di Dusun Sarip, Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, telah berganti nama menjadi milik Pemerintah Desa (Pemdes) Karangasem. Tanah seluas 1,7 hektar, yang seharusnya diwariskan kepada Siyem dan ketiga saudaranya, kini sebagian telah berubah menjadi bangunan Sekolah Dasar (SD) dan kolam renang.

Mbah Siyem dan ketiga saudaranya—Karmin (70), Kasno (66), dan Parju (58)—saat ini tengah berjuang keras melalui proses peradilan untuk menuntut hak mereka. Keempatnya menggugat Pemdes Karangasem dengan tuduhan penyerobotan tanah. Gugatan ini telah diajukan ke Pengadilan Negeri Purwodadi melalui kantor pengacara Abdurrahman & Co yang berbasis di Semarang.

Menurut keterangan Mbah Siyem, surat kepemilikan tanah berupa “Letter C” yang sebelumnya sah milik bapaknya tiba-tiba berubah menjadi sertifikat atas nama Pemdes Karangasem. “Kami hanyalah orang kecil yang ingin menuntut hak kami. Demi Allah, kami tidak pernah menjual tanah warisan bapak kami,” ungkap Siyem dengan penuh haru pada Kamis, 30 Mei 2024.

Kronologi Sengketa
Kuasa hukum keluarga  Mbah Siyem, M. Amal Lutfiansyah, menjelaskan bahwa tanah yang disengketakan tersebut dulunya digarap oleh keluarga kliennya sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Namun, sejak tahun 1990, tanah tersebut tidak lagi dimanfaatkan karena keluarga memilih merantau untuk mencari peruntungan di tempat lain.

“Klien kami adalah ahli waris dari bapaknya, Kasman, yang meninggal pada tahun 1965. Ibu mereka juga telah berpulang pada tahun 1975. Tanah tersebut berlokasi di Dusun Sarip, Desa Karangasem,” ujar Lutfiansyah.

Kasus ini mencuat pada tahun 2022 ketika keluarga ahli waris hendak mendirikan bangunan di tanah tersebut, namun terhalang oleh klaim Pemdes Karangasem yang menyatakan telah membeli tanah itu pada tahun 1970. Sertifikat tanah atas nama Pemdes Karangasem diterbitkan pada tahun 2022 melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

“Pemdes Karangasem mengklaim membeli tanah itu pada tahun 1970, padahal pemilik tanah, Kasman, meninggal pada tahun 1965. Mereka tidak dapat menunjukkan dasar pembelian atau peralihan tanah tersebut. Kami menduga ada penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan dalam proses sertifikasi tanah ini,” jelas Lutfiansyah.

Mediasi dan Bukti yang Dipertanyakan
Pada pertengahan tahun 2023, kasus ini sempat dimediasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Grobogan. Berdasarkan hasil kajian, ditemukan kejanggalan dalam proses peralihan Letter C milik Kasman menjadi milik Pemdes Karangasem.

“Letter C yang dipaparkan menunjukkan adanya peralihan ke desa, namun tidak ada sebab yang jelas dari peralihan tersebut. Tidak ada bukti pembelian yang sah oleh Pemdes Karangasem dari ahli waris,” ungkap Lutfiansyah.

Proses Hukum Berlanjut
Kasus dugaan penyerobotan tanah Mbah Siyem ini telah dibawa ke jalur hukum melalui persidangan di Pengadilan Negeri Purwodadi sejak akhir tahun 2023. Lutfiansyah menyatakan bahwa hingga saat ini, Pemdes Karangasem belum dapat menunjukkan bukti jual beli tanah yang sah.

“Sampai saat ini, Pemdes Karangasem tidak bisa menunjukkan bukti jual beli. Ada dugaan penyimpangan dalam proses penyertifikatan, dan ahli waris tidak pernah merasa menjual tanah tersebut. Kami menduga ada perbuatan melawan hukum,” tegas Lutfiansyah.

Selain itu, Lutfiansyah juga mengkritisi program PTSL yang dinilai telah mengabaikan hak-hak masyarakat dalam kasus ini. “PTSL seharusnya tidak dimanfaatkan untuk melawan hukum dan harus memperhatikan prosedur yang ada. Jangan sampai penyertifikatan ini merugikan hak orang lain,” tambahnya.

Harapan dan Tuntutan
Lutfiansyah berharap majelis hakim yang memeriksa perkara ini dapat memutuskan dengan adil dan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. “Kami berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini dengan rasa keadilan dan mengembalikan hak klien kami,” ujarnya.

Tanah yang diperkarakan tersebut, seluas 1,7 hektar, sebagian telah dibangun beberapa fasilitas umum seperti SD, kolam renang, dan sumber mata air untuk air minum. Meski demikian, Lutfiansyah menyatakan bahwa kliennya tidak mempermasalahkan bagian tanah yang sudah terlanjur dibangun.

“Klien kami hanya meminta bagian tanah yang tersisa untuk membangun rumah. Mereka sudah mengikhlaskan tanah yang sudah digunakan untuk fasilitas umum,” pungkasnya.

Tanggapan Pemdes Karangasem
Sementara itu, Kades Karangasem, Kanto, mengaku akan tetap mempertahankan tanah yang saat ini dipermasalahkan sebagai aset desa. Menurutnya, permasalahan ini telah dimusyawarahkan pada Mei 2023, dan Pemdes Karangasem mengklaim bahwa tanah tersebut telah menjadi milik desa sejak 31 Agustus 1970.

“Sejak kecil saya tahu tanah itu milik desa. Ketika saya menjabat sebagai kades, Letter C sudah milik desa, karenanya kami sertifikatkan. Memang tidak ada bukti jual belinya. Biarkan pengadilan yang memutuskan,” tegas Kanto.

Kasus ini kini berada di tangan pengadilan, dan semua pihak berharap keadilan dapat ditegakkan dengan sebaik-baiknya.

Pos terkait