MERCUSUAR.CO, Grobogan – Di Dusun Medang, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, masyarakat menggelar tradisi unik yang dikenal sebagai perang cendol dawet.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk keunikan budaya lokal, namun juga diupayakan sebagai sarana permohonan agar hujan segera turun di wilayah Kabupaten Grobogan, khususnya di desa mereka.
Pelaksanaan tradisi ini berlangsung di suatu tempat bersejarah bagi masyarakat setempat, yang disebut sebagai pasujudan Ajisaka. Sebelum perang dimulai, sesepuh desa melakukan ritual doa sebagai pembuka acara.
Ratusan warga yang hadir menyaksikan perang cendol berteduh di bawah pohon Trembesi, tidak jauh dari lokasi peristiwa. Mereka menyiapkan cendol dawet dari rumah masing-masing, menggunakan ember, plastik, tempat air minum, dan peralatan lainnya.
Setelah doa selesai, tanpa aba-aba, warga langsung terlibat dalam perang cendol, saling melempar dengan semangat. Akibatnya, pakaian mereka basah kuyup oleh cendol yang dilemparkan.
“Tujuan dari tradisi perang cendol ini, bertujuan memohon agar hujan segera turun. Sedangkan, cendol dawet dalam tradisi tersebut hanya merupakan sarana dalam acara tersebut,” kata Busroni, Juru Kunci Pasujudan Ajisaka.
Menurut Busroni, kekeringan telah berlangsung selama lebih dari enam bulan, menyebabkan ketersediaan air bersih semakin menipis bagi masyarakat. Oleh karena itu, tradisi perang cendol dawet diadakan setiap kali desa dilanda kemarau panjang, sesuai dengan tradisi yang dilakukan pada hari Jumat Pon.
“Ini inisiatif warga. Sejak saya masih kecil tradisi ini sudah dilakukan. Semoga hujan segera turun di desa kami. Sehingga petani bisa cepat bercocok tanam,” ungkapnya.