Wonosobo, Mercusuar.co – Perpustakaan Pondok Baca Puspita yang dirintis oleh Endang Puspitorini dan Wahadi sejak 2016 memberdayakan anak dan remaja sekitar melalui bermacam kegiatan dengan konsep Sedekah Ilmu. Pondok Baca Puspita terletak di Dusun Candi, Desa Sawangan, Leksono, Wonosobo, Jawa Tengah.
Dari wawancara wartawan mercusuar pada Senin (20/1/2024). Pondok Baca Puspita didirikan oleh pasangan suami istri Endang Puspitorini dan Wahadi. Endang merupakan seorang guru SD yang mendapat penghargaan Guru Dedikatif Jambore Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang mewakili provinsi Jawa Tengah Hingga diundang untuk bertemu dengan Presiden. Sedangkan suaminya Aiptu Wahadi seorang polisi di Polres Wonosobo. Keduanya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap anak dan remaja di lingkungannya.
Wahadi menjabarkan apa itu Pondok Baca Puspita dan struktur yang ada di dalamnya.
“Pondok Baca Puspita itu suatu yayasan atau perkumpulan. Ketuanya saya, ketua bidang literasi itu istri saya,” kata Wahadi. “Dibawah pondok baca itu ada koperasi, kepengurusan koperasi ada namanya Cakramandala.” Ujarnya.
Mulanya Pondok Baca Puspita ini didirikan pada 2016, berbentuk bimbingan belajar yang bersifat komersial (berbayar). Namun Endang terdorong untuk membuka Pondok Baca Puspita menjadi publik karena tersentuh akan kondisi anak-anak di lingkungan sekitar.
“Tahun 2016 – 2018 saya masih komersil, masih menghasilkan. Tapi ketika saya tergugah dengan anak-anak yang tidak mampu dan putus sekolah itu loh. Tidak ada motivasi belajar sehingga saya buka untuk free, gratis disini. Dan alhamdulillah banyak yang support,” jelasnya.
“Setelah itu hati saya berontak, karena ada anak yang kurang mampu kok melihat ini pengen ikut,” ujar Endang.
Selanjutnya pada tahun 2019 menjadi perpustakaan resmi dan gratis untuk publik. Dari situ perlahan mulai mendapat dukungan dari berbagai sumber.
Pondok Baca Puspita ini lahir dari rasa kepeduliannya terhadap anak-anak yang kurang mampu untuk mengenyam pendidikan di sekitarnya.
“Saya prihatin, banyak-banyak anak yang tidak untuk les. Banyak yang anak-anak yang tidak bisa membaca dan menulis.” “Orang tuanya juga tidak bisa membaca dan menulis, dalam kata lain buta huruf,” katanya.
“Kurangnya motivasi belajar ini karena SDM orang tuanya rendah. Bagaimana mereka mau meningkat kalau orang tuanya saja bisa membaca.”
“Akhirnya saya ide inisiatif, saya jadikan wadah ini untuk yang les-les. Untuk anak yang sekolah juga ada kegiatannya yang lain, kesenian. Terus remaja juga saya punya komunitas. Untuk orang tua juga ada komunitasnya.”
Selain fungsi utamanya sebagai perpustakaan, disini juga melakukan kegiatan belajar mengajar yang sangat variatif. Seperti les untuk anak-anak tingkat SD yang diajar langsung oleh Endang.
Anak-anak SD dapat belajar disini pada hari Senin, Rabu, Jumat dan diakhiri hari Minggu dengan senam pagi. Kemudian di hari Sabtu dijadikan waktu belajar anak Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Bahkan hingga menggratiskan anak yang memiliki keterbatasan ekonomi untuk melanjutkan sekolah dengan kejar paket.
“Kejar paket saya masih menginduk, di Bawang. Di Dinas Pendidikan Wonosobo,” katanya.
Selain pendidikan dalam bidang akademik, terdapat pembelajaran tentang kemampuan organisasi seperti koperasi.
“Koperasi juga ada, jadi ini bukan murni perpustakaan, saya ada literasinya tiga. Literasi edukasi, literasi ekonomi, dan literasi kreatif.” ujar Endang. “Jadi kreatifnya itu ada UMKM, ada musik, seni tari,” tambahnya.
Koperasi menjadi wadah kegiatan kepemudaan, pemuda dipusatkan untuk mengurusi koperasi dan kegiatan-kegiatannya.
Wahadi menjelaskan bagaimana memberdayakan para remaja dalam koperasi.
“Segala kegiatan yang kaitannya disini ada 17an, lomba-lomba, RAT, tak di berdayakan juga.”
Kemudian materi tentang keremajaan untuk membentuk moral, etika, karakter dan pergaulan juga disampaikan disini oleh Wahadi.
Hal tersebut didasari oleh perasaan peduli dan miris karena maraknya kasus kejahatan yang masuk dalam kategori Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak (PPA) tiap minggunya.
“Itu bahkan dalam satu minggu ada laporan (kejahatan) ada sampai 3-2. Saya miris, baik pelaku maupun korban di Desa Sawangan ada.”
Selain keremajaan, Wahadi juga mengajak warga sekitar untuk mensosialisasikan tentang literasi ekonomi. Mengingat masih maraknya bank-bank tidak resmi seperti bank thengul yang menggiurkan namun beresiko buruk.
Pondok Baca Puspita mendapat dan menarik banyak dukungan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi maupun non-materi. Dari bantuan sumbangan fisik seperti buku, komputer, laptop, lemari, alat fitness anak oleh Kemenpora, hingga sumbangan 1000 buku Perpusnas dan masih banyak lagi.
Pondok Baca Puspita juga mengusung konsep sedekah ilmu dimana tidak mewajibkan memberi dengan hal materi, tetapi dapat memberi dengan hal non-materi seperti ilmu pengetahuan.
“Kalau orang tidak punya uang untuk disedekahkan, dia punya ilmu.” Ujar Endang.
Banyak rekan kerja, kenalan, guru, berbagai lembaga-lembaga hingga tokoh seperti Penulis Kang Maman Suherman menjadi relawan untuk ikut andil dalam membantu dalam bentuk usaha dan barang.
Menurut Endang, melalui Pondok Baca Puspita ini bisa mendapat manfaat batin. Dengan merasa puas saat melihat orang lain menjadi sukses. Sukses sendiri dengan kata lain melihat orang melampaui sesuai target yang mereka inginkan.
Endang juga menekankan “Banyak orang yang mampu melakukannya, tapi tidak banyak orang yang mau.”
Endang mengutarakan harapannya tentang pondok baca. “Harapan kedepannya itu pondok baca ga cuman disini, tapi pondok baca dimana-mana. Kan bisa online, kan tidak harus monoton tidak harus ke tempat.” “Kalau bisa di wilayah Indonesia ada pondok baca.”
Disamping itu Wahadi berharap agar anak-anak desa bisa bersaing dengan daerah lain disamping kondisi yang masih dirasa tertinggal.
“Suatu ketika anak-anak di Desa bisa bersaing dengan daerah lain sesuai dengan cita-citanya. Istilahnya sini tertinggal dari desa lain,” ujar Wahadi. “Harapannya anak-anak tetap sekolah, jangan sampai putus sekolah,” tegasnya. (pan).