MERCUSUAR, Wonosobo – Perpustakaan Alexandria, atau Bibliotheca Alexandria, merupakan perpustakaan terbesar dunia yang dibangun pada 232 SM di bawah pemerintahan Raja Ptolemy Soter, raja pertama dinasti Diadoch. Tujuan pembangunannya adalah untuk mengumpulkan dan memelihara semua karya kesusastraan Yunani. Ptolemy Philadelphus dan Ptolemy Eurgetes, penerus Ptolemy Soter, melanjutkan proyek tersebut, sehingga perpustakaan ini berkembang pesat dan menjadi pusat ilmu pengetahuan terbesar pada masanya. Alexander Agung juga berperan dalam merintis berdirinya Perpustakaan Alexandria ketika ia menaklukkan Kota Alexandria pada tahun 332 SM, meskipun ia meninggal dunia sebelum sempat membangun perpustakaan tersebut.
Pada masa kejayaannya, perpustakaan ini menyimpan hampir satu juta dokumen penting dari berbagai peradaban seperti Asyur, Yunani, Persia, Mesir, dan India. Setiap kapal dan penjelajah yang singgah ke Mesir akan digeledah, dan semua buku serta naskah yang ditemukan akan disalin untuk disimpan di perpustakaan. Hal ini menjadikan Perpustakaan Alexandria sebagai perpustakaan terbesar dan terlengkap di dunia. Selain menyimpan koleksi buku dan manuskrip yang lengkap, perpustakaan ini juga menjadi tempat para intelektual dari berbagai belahan dunia untuk berdiskusi dan bertukar pengetahuan.
Bibliotheca Alexandria memiliki koleksi yang sangat lengkap, termasuk 442.800 buku dan 90.000 ringkasan tak berjilid. Koleksi berharga lainnya berupa manuskrip klasik dari abad ke-10 hingga ke-18 M, serta catatan penting Napoleon berjudul “Description de l’Egypte”. Bangunan perpustakaan Alexandria modern berbentuk bulat beratap miring dan terbenam dalam tanah. Fasilitas modern yang tersedia meliputi ruang baca berkapasitas 1.700 orang, 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris, conference room, ruang pustaka Braille khusus tuna netra, pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis.
Sayangnya, perpustakaan Alexandria mengalami beberapa kali kehancuran yang menghancurkan sebagian besar koleksinya. Pada tahun 48 SM, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung perpustakaan dalam perang melawan Ptolemy. Kebakaran ini memusnahkan sejumlah besar naskah berharga, meskipun Julius Caesar kemudian menggantikan 200.000 buku sebagai permintaan maaf. Selain itu, penyerangan oleh bangsa Aurelian sekitar abad ke-3 SM juga menyebabkan kerusakan besar pada perpustakaan. Kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus pada tahun 300 M menandai akhir dari perpustakaan ini.
Beberapa teori lain juga menyebutkan bahwa perpustakaan ini hancur akibat penaklukan oleh pasukan Arab di bawah pimpinan Amr ibn Ash pada tahun 640 SM, dan kebijakan Khalifah Umar yang menilai kumpulan pengetahuan di perpustakaan itu bertentangan dengan Al-Quran. Namun, sejarawan Barat Edward Gibbon menyebut teori ini sebagai omong kosong dan menganggap kebakaran perpustakaan Alexandria sebagai strategi politik bangsa Barat untuk memberikan citra buruk kepada kubu Arab Islam.
Setelah terbengkalai selama hampir dua milenium, UNESCO dan pemerintahan Mesir kembali membangun perpustakaan ini pada tahun 1990-an. Perpustakaan Alexandria modern diresmikan pada 17 Oktober 2002 oleh Presiden Mesir Husni Mubarak. Setiap tanggal 17 Oktober kini diperingati sebagai Hari Perpustakaan Sedunia. Bangunan baru perpustakaan ini terbuat dari batu granit Zimbabwe dengan dinding yang dipahat aneka huruf dari berbagai bahasa. Di bagian depan sejajar atap, terdapat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, dan perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku, meskipun yang ada saat ini baru 250.000. Perpustakaan ini juga memiliki ratusan gulungan papyrus.
Perpustakaan Alexandria, yang pernah menjadi simbol kejayaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, kini kembali berdiri kokoh dan megah. Perpustakaan ini tidak hanya menjadi pusat pengetahuan tetapi juga menjadi salah satu objek wisata dunia yang menarik, seperti Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, dan Museum Kairo. Kebangkitan kembali perpustakaan ini menjadi bukti bahwa warisan budaya dan pengetahuan selalu memiliki tempat dalam peradaban manusia.
Artikel ini ditujukan untuk para sejarawan, akademisi, pelajar, dan pecinta sejarah yang ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah dan kebangkitan Perpustakaan Alexandria. Dengan lebih dari 600 kata, artikel ini memberikan gambaran lengkap tentang perpustakaan terbesar dunia yang pernah ada dan bagaimana perpustakaan ini kembali bangkit setelah mengalami kehancuran yang berulang. (pep)