MERCUSUAR, Jakarta – Pendiri Lembaga Kajian Pembangunan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) KH Helmi Ali Yafie menilai, Indonesia lebih tepat menganut ideologi Pancasila dibandingkan dengan ideologi khilafah.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan Indonesia berdiri berdasarkan kesepakatan dan perjuangan masyarakat dari beragam suku, agama, dan budaya, bukan dengan latar belakang ideologi muslim atau Timur Tengah semata.
“Justru untuk memfasilitasi perbedaan ini maka landasan negara tidak perlu diganti, karena selama ini relatif bisa merangkum keberagaman yang ada. Intinya, apa yang diterapkan di Timur Tengah sana, belum tentu bisa diterapkan di sini, apalagi ideologi baru belum tentu menyelesaikan persoalan Indonesia,” kata Helmi dalam keterangannya, Jumat (30/8/2024).
Helmi menjelaskan, khilafah yang lahir di Timur Tengah tidak sepenuhnya sempurna dan belum tentu layak diterapkan di Indonesia. Pasalnya, khilafah yang berkembang di Timur Tengah lahir dari sistem pemerintahan monarki atau kerajaan.
“Sistem khilafah itu seringkali mengacu pada model yang dijalankan pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Dari masing-masing kelompok yang sempat memimpin, sebenarnya semua itu tidak jauh berbeda dengan apa yang kita kenal sebagai sistem kerajaan,” kata Helmi.
Helmi melanjutkan, masyarakat pada saat itu tidak puas dengan sistem kerajaan karena para kroninya hanya menunjukkan kemewahan dalam gaya hidup.
Dikatakan, ketidakpuasan masyarakat Timur Tengah itu akhirnya melahirkan gerakan baru yang disebut dengan sufisme.
Menututnya, sufisme hadir sebagai sikap kritis terhadap gaya dan pola kehidupan keluarga dan kroni khalifah yang saat itu bermewah-mewahan.
Helmi melanjutkan, ideologi khilafah tidak bisa ditafsirkan lahir dari Al-Qur’an lantaran praktik kekhilafahan berdasarkan pada tafsir sekelompok orang saja.
Oleh karena itu, Helmi kembali menjelaskan bahwa Pancasila merupakan ideologi negara yang paling tepat karena memfasilitasi keberagaman latar belakang masyarakat untuk berdemokrasi.
“Terlepas dari kekurangannya, model bernegara Indonesia bisa dipertanggungjawabkan dan faktanya tetap eksis sampai sekarang,” kata dia.