Jakarta, Mercusuar.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Rabu (19/2).
Penahanan dilakukan di hari terakhir Mbak Ita, sapaan akrabnya menjabat sebagai wali kota. Sebab, Kamis (20/2) wali kota terpilih hasil Pilkada 2024, yakni Agustina Wilujeng-Iswar Aminuddin dilantik.
Mbak Ita telah mengenakan rompi tahanan KPK lengkap dengan borgol di pergelangan tangannya pada 16.40 WIB. Selain mbak Ita, suaminya Alwin Basri (AB) juga ditahan dalam kasus ini.
Mbak Ita terjerat tiga perkara korupsi sekaligus. Bersama Alwin, keduanya disangka telah menerima uang miliaran rupiah.
Pasangan suami istri ini ditahan di Rumah Tahanan atau Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur. Keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan. Sebelum ditahan, Mbak Ita empat kali absen dari panggilan KPK.
Selain Mbak Ita dan Alwin, KPK telah menetapkan Ketua Gapensi Semarang Martono serta Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa P. Rachmat Utama Djangkar dalam kasus ini.
Keempat tersangka itu diduga terlibat tindak pidana korupsi berupa pengadaan barang dan jasa, gratifikasi serta pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi Semarang.
Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan, sejak Mbak Ita menjabat Wali Kota Semarang, mereka sudah menerima sejumlah uang atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.
“Nominal pengadaan disusun sedemikian rupa senilai Rp 20 miliar, jauh di atas kesepakatan anggaran yang hanya Rp 900 juta. Spesifikasinya pun disesuaikan dengan usulan PT Deka Sari Perkasa,” katanya.
Kemudian, Pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan tahun anggaran 2023. Dalam kasus itu, Alwin memerintahkan sejumlah camat untuk memberikan proyek senilai Rp20 miliar kepada Ketua Gapensi Semarang Martono.
Atas bantuan itu, Martono memberikan komitmen fee sebesar Rp2 miliar kepada Alwin.
Sementara kasus ketiga adalah permintaan uang dari Wali Kota Semarang kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Ini bermula dari Ita yang menolak pengajuan Alokasi Besaran Insentif Pemungutan Pajak dan/atau Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Semarang.
Ita kemudian meminta tambahan insentif untuk jabatan Wali Kota Semarang. Tambahan itu diperoleh dari iuran sukarela pegawai Bapenda Kota Semarang sepanjang tahun 2023. Dari iuran sukarela itu, Hevearita menerima uang sedikitnya Rp 2,4 miliar.
“Artinya, HGRtelah memotong pembayaran kepada pegawai negeri seolah-olah mereka mempunyai utang kepadanya,” terangnya.
Atas tiga kasus tersebut, Hevearita dan Alwin disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.