MERCUSUAR, Surabaya, 26 Juli 2024 – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR RI dari PKB, Edward Tannur. Putusan ini menimbulkan kontroversi di publik dan menuai kritikan keras dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair).
Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI Fraksi-PKB, yang didakwa menganiaya hingga tewas kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, pada Rabu (24/7/2024). Putusan ini menuai kritik dari pakar hukum pidana Unair, Nur Basuki Minarno, yang menilai putusan tersebut tidak berdasar hukum dan penuh kejanggalan. Keluarga korban merasa keadilan telah dicederai dan berencana melakukan upaya hukum lebih lanjut. Kejari Surabaya juga siap mengajukan kasasi atas vonis bebas ini.
Ketua Majelis Hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Ronald didakwa dengan Pasal 338 KUHP, 351 ayat 3 KUHP, 359 KUHP, dan 351 ayat 1 KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti.
“Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga,” kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024). “Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” imbuhnya.
Namun, putusan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Guru besar hukum pidana Unair, Nur Basuki Minarno, menilai banyak kejanggalan dalam putusan hakim tersebut. Ia mengkritik bahwa JPU sudah mengajukan alat bukti dan barang bukti yang memperkuat bahwa matinya korban disebabkan oleh perbuatan terdakwa, termasuk saksi, CCTV, atau visum et repertum.
“Di dalam hasil visum et repertum, dinyatakan bahwa matinya korban itu disebabkan karena hatinya si korban mengalami pendarahan yang disebabkan karena benda tumpul,” kata Nur, Kamis (25/7/2024).
Selain itu, Nur menyoroti bahwa visum tidak mengungkap siapa pelakunya, sehingga perlu diungkap dengan alat bukti CCTV dan keterangan saksi-saksi. “Dari visum tadi yang tidak bisa menunjuk siapa pelakunya, tapi dari CCTV kemudian kronologis perkara kan tidak ada pelaku lain selain si terdakwa. Karena di dalam keterangannya itu diterangkan, sebelumnya antara terdakwa dengan si korban telah mengalami cekcok,” lanjutnya.
Reaksi Keluarga Korban dan Langkah Hukum Selanjutnya
Pengacara keluarga Dini, Dhimas Yemahura, juga mengkritik putusan tersebut. Ia menyebut putusan majelis hakim PN Surabaya telah mencederai keadilan bagi keluarga korban dan rakyat Indonesia. “Terkait putusan yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri Surabaya tentu sangat memprihatinkan bagaimana hakim di sini memberikan putusan yang sangat mencederai keadilan bagi kami mewakili keluarga korban,” kata Dhimas.
Dhimas menegaskan bahwa pihaknya akan segera berkomunikasi dengan JPU dan beberapa pihak terkait untuk melakukan banding agar keluarga korban mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Ia juga menekankan bahwa putusan tersebut menjadi cerminan bahwa hukum tumpul ke atas tajam ke bawah.
“Kita semua mengetahui korban ini dari keluarga yang tidak mampu, saat ini anaknya jadi anak yatim, yang sekarang hidup sendiri dan kami yang selama ini menjaga korban sangat kecewa dengan putusan ini yang tidak mencerminkan keadilan bagi korban,” paparnya. Dhimas berharap hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald mendapatkan karmanya. “Semoga apa yang diputuskan oleh hakim ini akan dibalas setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa,” harap Dhimas.
Jaksa Akan Ajukan Kasasi
Kasi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana, juga menyoroti sejumlah barang bukti yang diabaikan hakim hingga menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald. Menurut Putu, barang bukti yang diabaikan hakim yakni hasil surat visum et repertum (VER) yang menunjukkan ada luka dalam karena kekerasan benda tumpul dan bekas lindasan mobil.
“Nah itu merupakan suatu bukti bahwa di situ ada fakta yang harus dipertimbangkan juga oleh majelis hakim,” ujar Putu, Kamis (25/7/2024). Putu menegaskan jaksa akan melakukan kasasi pada vonis bebas tersebut. “Kami nyatakan saat ini kami menyatakan akan melakukan langkah upaya hukum yaitu berupa kasasi,” tegasnya.
“Tentunya nanti tim jaksa penuntut umum yang akan melakukan proses administrasi untuk mendaftarkan kasasi kami sambil nanti 14 hari ke depan kami akan memberikan memori kasasinya,” imbuhnya.
Putusan bebas yang dijatuhkan terhadap Gregorius Ronald Tannur menimbulkan kontroversi dan kritikan keras dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum dan keluarga korban. Kejari Surabaya berencana mengajukan kasasi untuk menantang putusan tersebut, dengan harapan keadilan yang seadil-adilnya dapat ditegakkan. (Bgs)
caption: