MERCUSUAR.CO, Tegal – Setiap daerah memiliki peninggalan sejarah dan cerita-cerita kuno yang beragam, dan salah satunya adalah Desa Karangjambu di Tegal. Inilah asal usul Desa Karangjambu Tegal.
Asal usul Desa Karangjambu Tegal berkaitan erat dengan sosok Syekh Jambu Karang, seorang sosok yang cukup dikenal di daerah Tegal dan sekitarnya. Dalam kisah-kisah setempat, Makam Syekh Jambu Karang sering berdampingan dengan Makam Syekh Maulana Maghribi.
Siapa sebenarnya Syekh Jambu Karang yang konon kabarnya merupakan putra mahkota Raja Pajajaran dan berkelana hingga ke tanah Tegal? Berikut penjelasannya seperti yang dilansir dari ayotegal.com
Sejarah Desa Karangjambu Tegal
Menurut catatan dalam buku Sejarah Tegal karya Akhmad Zubaedi, legenda paling terkenal mengenai Syekh Jambu Karang berasal dari Jawa Barat.
Syekh Jambu Karang adalah putra mahkota dari Raja Pajajaran I. Ia awalnya dikenal sebagai Raden Mundingwangi.
Meskipun seharusnya dia diangkat sebagai penerus ayahnya dan menjadi Raja Pajajaran, Raden Mundingwangi memilih untuk meninggalkan kerajaannya untuk melakukan perjalanan. Akibatnya, takhta kerajaan tersebut jatuh ke tangan adiknya, Raden Mundingsari.
Suatu hari, Raden Mundingwangi memutuskan untuk bertapa di Gunung Jambudipa, yang terletak di Kabupaten Banten, Jawa Barat.
Setelah menjadi seorang petapa, dia kemudian dikenal sebagai Syekh Jambu Karang, diambil dari tempat pertapannya, Gunung Karang.
Selama bertapa, Syekh Jambu Karang melihat tiga cahaya putih yang terang di sebelah timur, yang ternyata berasal dari Gunung Panungkulan, Desa Grantung, Kecamatan Karangmoncol.
Ketika dia melihat cahaya ini, dia dan 160 pengikutnya memutuskan untuk mengikuti.
Dalam perjalanan mereka, Syekh Jambu Karang melewati daerah-daerah seperti Karawang, Jatisari, Sungai Comal, dan tinggal cukup lama di daerah tersebut, yang sekarang dikenal dengan petilasan Geseng Gunung Cupu.
Perjalanan mereka kemudian dilanjutkan ke Sungai Kuripan, Gunung Kraton, Gunung Lawet Bojongsana, Sungai Ideng, Kedung Budah, Kedung Manggis Penyindangan (sekarang menjadi Desa Rajawana), dan akhirnya tiba di Gunung Panungkulan.
Di sana, Pangeran Jambu Karang bertemu dengan Syekh Maulana Maghribi, yang ternyata juga sedang mencari cahaya putih yang sama. Mereka berdua akhirnya saling beradu ilmu, dan hasilnya, Pangeran Jambu Karang kalah.
Akibat kekalahan tersebut, Pangeran Jambu Karang memeluk Islam dan diberi tugas untuk melakukan perjalanan ke Tanah Suci Mekah.
Selama perjalanan dari Banten ke Gunung Panungkulan, atau mungkin sebaliknya (dari Gunung Panungkulan ke Tanah Suci), sangat mungkin mereka melewati wilayah Tegal.
Bukti-bukti sejarah juga menunjukkan adanya empat petilasan (makam) Syekh Jambu Karang di Tegal. Bahkan salah satu desa di Tegal diberi nama Desa Karangjambu, yang konon diambil dari nama Syekh Jambu Karang.
Menurut arsip Leiden (Belanda) dalam Tijdschrift Voor Indisch Taal-, Land-En Vokenkunde Uitgegeven Dook Het Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen, disebutkan:
“Desa Karang Djamboe, gehucht: Kedawoeng. Twee gran n.1. van Sech Djamboe Karang en Kyahi Koewas. Neen. Deze beide personen hebben zich verdienstelijk gemaakt door Sech Maolana Maghribi voornoemd behulpzaan te zijn bij den aanleg van sawah’s en het Graven van de memimpin Djimat.”
(Desa Karang Jambu, dusun: Kedawung. Dua kuburan n.1. oleh Syekh Jambu Karang dan Kyahi Koewas. Tidak. Kedua orang ini (Syekh Jambu Karang dan Kyahi Kuwas) telah membuat diri mereka berharga (berjasa) dengan membatu Syekh Maulana Maghribi dalam pembangunan sawah dan pipa jimat).
Selain itu, dalam arsip tersebut juga menjelaskan bahwa Syekh Jambu Karang sempat singgah di Balapulang dan membantu Syekh Maulana Maghribi dalam membangun sawah dan saluran air atau jenis pipa jimat.
Syekh Maulana Maghribi juga dianggap sebagai pendiri Desa Karangjambu, sehingga dapat disimpulkan bahwa Desa Karangjambu memiliki sejarah yang sangat kaya dan panjang. Pada tahun 1930, Desa tersebut masuk dalam onderdistrict Kalibakung, distrik Slawi, regenstchap Tegal, dan afdeeling Tegal.