Desa Giyanti Jadi Destinasi Pembelajaran Pancasila Bagi Siswa dan Pengunjung

329 Siswa SMA N 12 Tangerang mengikuti pembelajaran terkait nilai pancasila dalam bentuk kebudayaan di Desa Giyanti (Dok.Gena)
329 Siswa SMA N 12 Tangerang mengikuti pembelajaran terkait nilai pancasila dalam bentuk kebudayaan di Desa Giyanti (Dok.Gena)

MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Sabtu, (18/5/2024). Sebanyak 298 siswa dari SMA 12 Tangerang mengunjungi Desa Wisata Giyanti sebagai bagian dari pembelajaran dasar Pancasila. Desa Giyanti dipilih karena keunikan berbagai macam perbedaan yang menjadi satu kesatuan.

Selama kunjungan, para siswa diajarkan tentang makna Pancasila, terutama dalam konteks era modern di mana budaya luar dengan mudah diadopsi.

Bacaan Lainnya

Menurut Dwi Prayitno, salah satu seorang seniman di Desa Giyanti. Desa ini menjaga kelestarian yang diturunkan nenek moyang sebelumnya. Mulai dari kebudayaan dan keagamaan.

” Giyanti ini secara kondisi desa tidak punya tempat wisata, hanya ada persawahan di pinggir jalan. Namun kami mengemas perbedaan ini menjadi kesatuan kemudian dikembangkan sebagai wisata,” Ujarnya.

Para siswa tersebut disuguhkan dua tarian tradisional: Tari Topeng Punjen dan Tari Kebo Giro.
Tari Topeng Punjen menceritakan tentang seorang penari yang diangkat oleh penari laki-laki, menggambarkan bahwa seberapapun “liar” dan “nakalnya” seorang lelaki, ia tetap mengingat keluarganya anak dan istri yang disimbolkan oleh boneka dan lengger perempuan. Selain itu, tarian ini juga mengajarkan pentingnya memohon perlindungan kepada Tuhan YME, yang dilambangkan oleh payung.

Tari Kebo Giro mengisahkan tentang seekor kerbau liar yang sedang mengamuk, namun tetap bisa dikendalikan oleh manusia, yang berarti bahwa dalam kehidupan, setiap individu harus bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Desa Giyanti, terkenal dengan seni tari lenggernya, berusaha mengedukasi para siswa dan pengunjung tentang pentingnya melestarikan budaya. Tari lengger sendiri dimulai pada tahun 1978 dan awalnya ditarikan oleh laki-laki. Namun, pada tahun 1982, penari diganti dengan perempuan sementara penabuh karawitan tetap laki-laki. Wisuda lengger diadakan sebagai bentuk apresiasi dan kelulusan penari setelah menguasai seni tari dan karawitan tersebut, mengajarkan perilaku lengger yang sopan, anggun, dan baik.

Wisuda lengger ini diadakan setiap bulan Suro, tepatnya pada Jumat Kliwon, tanggal 7 Juli. Selain wisuda, ada juga acara Rakanan atau Tenongan yang dihadiri oleh 300 anggota yang membawa persembahan berupa jajan pasar, nasi, dan lauk pauk. Tradisi Mesusi Beras, yang dilakukan di bulan Suro, juga menjadi bagian dari acara tersebut. Hasil air mesusi beras nantinya akan disimpan dalam gentong dan disebar di hulu sungai sebagai simbol bahwa apa yang didapat dari alam harus kembali ke alam.

Ica salah seorang siswa mengatakan ” Kegiatannya seru, nilai pancasila dan budayanya benar-benar dapet. Beda dari kegiatan wisata lainya yang hanya menikmati keindahan alam, tapi disini kami bisa belajar seni tari, karawitan dan lainya,” katanya saat ditemui wartawan mercusuar.co

Desa Giyanti mengemas kebudayaan tersebut menjadi paket wisata budaya. Dalam satu paket seharga Rp. 1.700.000 sudah termasuk penginapan dan enam kegiatan: menari, karawitan, melukis topeng suvenir, membuat keripik combro, produksi sablon, dan terakhir ditutup dengan bermain di sawah sambil belajar kegiatan petani.

Pos terkait