Cari Pekerjaan Layak Kian Sulit, Warga Kelas Menengah RI Menjerit

sulit

MERCUSUAR.CO, Jakarta – Ekonom menilai daya beli kelas menengah RI tengah tertekan, bahkan sebagian diantaranya terpaksa turun ke kelas ekonom yang lebih rendah. Sulitnya mencari pekerjaan yang layak dinilai menjadi salah satu pemicunya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia Telisa Aulia Falianty menilai tergerusnya daya beli berhubungan dengan struktur tenaga kerja yang berubah. Dia mengatakan RI saat ini kebanjiran pekerja informal.

“Daya beli yang tergerus juga berhubungan dengan struktur tenaga kerja yang didominasi sektor informal,” kata Telisa dikutip CNBC Indonesia Senin, (29/7/2024).

Berdasarkan data Sakernas Februari 2024, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia mencapai 142,18 juta orang. Dari jumlah itu, mereka yang menjadi pekerja penuh mencapai 93,27 orang.

Sementara, mereka yang bekerja paruh waktu sebanyak 36,80 juta atau turun 0,08 juta dibandingkan Februari 2023. Namun, mereka yang masuk kategori setengah pengangguran tercatat melonjak hingga 12,11 juta orang atau naik 2,52 juta penduduk.

“Jumlah setengah pengangguran yaitu orang yang bekerja di bawah 35 jam per minggu lebih besar dan jumlahnya terus meningkat yakni mencapai 12,11 juta orang dari periode sebelumnya,” kata Telisa.

Telisa menilai sektor informal ditandai dengan gaji yang lebih kecil dan tidak pasti. Akibatnya hal itu mempengaruhi daya beli pekerja di sektor informal ini.

Telisa menilai banyaknya pekerja informal ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang lebih suka merekrut pekerjanya dengan sistem outsourcing. Dia bilang praktik perekrutan menggunakan sistem outsourcing semakin marak sejak Undang-Undang Cipta Kerja. “Karena perusahaan memang lebih suka outsourcing,” katanya.

Selain itu, Telisa menilai banyaknya pekerja informal juga disebabkan oleh preferensi pekerjaan yang disukai oleh kalangan muda atau Gen Z. Dia mengatakan kalangan muda lebih menyukai pekerjaan dengan waktu fleksibel. Dengan berkembangnya digitalisasi, kalangan muda yang bekerja sebagai freelancer maupun pembuat konten digital semakin banyak.

“Mereka masuk ke dalam pekerja informal,” kata Telisa.

Sebelumnya, data perekonomian menunjukan jumlah kelas menengah di Indonesia merosot sejak 2019. Mengacu pada standar Bank Dunia, proporsi kelas menengah di Indonesia menciut dari 21,4% sebelum pandemi menjadi 17,4% dari populasi setelah pandemi Covid-19. Kebanyakan dari mereka jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah, yaitu aspiring middle class (AMC) dan kelas rentan.

Menurunnya proporsi kelas menengah ini ditengarai disebabkan karena merosotnya pendapatan hingga PHK yang terjadi selama pandemi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia sempat melonjak 2,67 juta menjadi 9,77 juta (7,07%) per Agustus 2020 dari 7,1 juta orang (5,35) per Agustus 2019 atau sebelum pandemi.

PHK ini membuat masyarakat beralih dari pekerja formal ke informal. Data BPS menunjukkan proporsi pekerja informal Indonesia saat ini tercatat 59,17%, melesat dibandingkan per Agustus 2019 yakni 55,88%.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal menuturkan tekanan terhadap kelas menengah sebetulnya bukan baru-baru ini saja terjadi, melainkan sudah menjadi penyakit tahunan. Dia menilai pemerintah kurang menaruh perhatian untuk kelompok ini.

“Net welfare gain dari middle class selama lima tahun terakhir bukannya naik malah turun… kalau kita lihat dari sisi faktor kebijakan misalnya, satu pemerintah kan fokusnya ke upper class di top 20% dan ke bottom class,” ujar dia.

Dia mengatakan untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah harus fokus menciptakan lapangan pekerjaan yang formal. Selain itu, pemerintah juga perlu memikirkan kebijakan yang tidak menggerus pendapatan mereka, seperti kenaikan pajak dan pembatasan iklim usaha.

“Jadi buat mereka itu sekarang diperlukan pekerjaan yang layak dan kebijakan-kebijakan yang tidak disruptif,” ucapnya.

Pos terkait