MERCUSUAR.CO, Purbalingga – Setiap tanggal 17 Agustus, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Pemerintah Desa beserta seluruh warga Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari melaksanakan upacara bendera dan tabur bunga.Hal tersebut dilakukan untuk memperingati 17 warganya yang gugur di medan perang saat melawan kolonial Belanda.
“Kita upacara sendiri di lapangan, karena di Kajongan juga ada makam pahlawan kemerdekaan,” ungkap Kepala Desa Kajongan, Win Antro Winarso saat ditemui di kantornya, Senin (13/8/2023).
Win menjelaskan, Desa Kajongan terdapat makam pahlawan. Di makam tersebut bersemayam 13 orang dari 17 pahlawan kemerdekaan yang gugur saat mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer II tahun 1948. Ke 17 pahlawan tersebut 16 orang warga Kajongan, dan 1 orang gugur warga Bunisari tersebut gugur ditembak tentara Belanda.
“Sebanyak 13 pahlawan dimakamkan di kompleks makam pahlawan, 2 pahlawan lainnya dimakamkan di pemakaman desa, dan 1 pahlawan dimakamkan di kompleks makam Giri Cendana, sedangkan 1 pejuang asal desa Bumisari dimakamkan di Desa Bumisari, Kecamatan Mrebet,” jelasnya.
Diceritakan, sejak perang kemerdekaan bergolak, sejumlah warga desa Kajongan turut serta melakukan perlawanan terhadap pendudukan tentara Belanda. Mereka turut berperang sejak Republik Indonesia belum merdeka hingga berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Bersama pejuang lainnya, mereka juga melakukan aksi teror, sejumlah jembatan dipatahkan, menghalangi jalan dengan pohon kayu dan dahan, tujuannya agar gerakan armada tempur Belanda terhambat.
“Gerakan mereka nampaknya tercium telik sandi (mata-mata) Belanda, sehingga Belanda melakukan penyerangan terhadap desa-desa yang menjadi tempat tinggal para pejuang saat itu. Salah satunya adalah desa Kajongan,” lanjutnya.
Lebih lanjut Win menceritakan, tentara Belanda melakukan serengan ke Desa Kajongan di waktu pagi hari, selepas Subuh. Pasukan tentara Belanda beserta pengikutnya mengepung warga yang baru saja bangun tidur.
“Satu persatu warga yang dicurigai sebagai pejuang ditangkap. Kemudian mereka dieksekusi di lapangan secara bersamaan, dibrondong menggunakan bedil,” tuturnya.
Mereka yang gugur sbagai Kusuma Bangsa tersebut diantaranya, Samsuri, Satibi, Jaman, Mulyawikrama, Asmuri, Kasdan,Mertadiwirya, Saniyah, Darmin, Kholid, Korep, Mursid, Saebani, Saga, Arsameja, Sahkan, dan satu orang Bumisari.
“Menurut para saksi sejarah, para pahlawan tersebut dikubur dalam satu lubang. Kemudian setelah reda, warga bergotong royong menggali kuburan tersebut dan menguburkannya kembali dengan baik. Mereka dikubur secara berdampingan. Sehingga makam ini disebut makam pahlawan,” terangnya.
Kades Win juga mengatakan kalau salah satu dari mereka yang bernama Mursid adalah perangkat desa Kajongan yang mengandi sebagai Carik (Sekretaris Desa). Ia berjuang sejak masih muda, bahkan saat meninggal pun masih dalam kondisi lajang.
“Mursid saat itu sebagai Carik. Beliau kakak ayah saya. Jadi saya memanggilnya pak gede,” katanya.
Win menambahkan, setelah upacara bendera, pemerintah desa berserta warga melakukan doa bersama dan tabur bunga di atas pusara makam para pahlawan.(Angga)