Revisi UU ITE Disetujui: Menyebar Konten untuk Bela Diri Tidak Akan Dipidana

UU ITE
Revisi UU ITE Disetujui: Menyebar Konten untuk Bela Diri Tidak Akan Dipidana

MERCUSUAR.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam rapat paripurna pada Selasa (5/12/2023). Revisi tersebut mencakup beberapa perubahan signifikan, termasuk penambahan pengecualian pidana terkait kesusilaan.

Pasal yang direvisi adalah pasal 27 ayat (1) UU ITE yang mengatur kesusilaan. Poin revisinya mencakup pengecualian pidana bagi individu yang menyebarkan konten asusila, seperti kekerasan seksual, sebagai bentuk pembelaan diri. Hal ini menjadi langkah penting untuk melindungi korban kekerasan seksual di ruang siber yang sebelumnya terancam pidana akibat menyebarkan konten kekerasan seksual yang mereka alami.

Bacaan Lainnya

Samuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, menjelaskan bahwa pidana tidak dapat dikenakan jika seseorang menyebarkan konten asusila untuk membela diri. Contoh konkretnya adalah kasus Baiq Nuril.

Kasus Baiq Nuril, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, NTB, mencuat pada 2014/2015. Baiq merekam percakapannya dengan kepala sekolah yang mengaku melakukan pelecehan seksual. Rekaman tersebut tersebar, dan Baiq dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 45 UU ITE. Meskipun akhirnya divonis, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti, membebaskannya dari hukuman.

Revisi UU ITE jilid kedua juga membawa perubahan pada pasal 27 ayat (3) mengenai pencemaran nama baik. Kini, pengecualian diberikan, dan seseorang dapat menuduh orang lain untuk membela diri dan kepentingan umum, selama tuduhan tersebut dapat dibuktikan.

Selain itu, revisi juga memberikan batasan pada pasal 27 ayat (1) mengenai kesusilaan. Pengecualian diberikan dalam beberapa konteks, seperti membela diri, kepentingan umum, masalah kesehatan, ilmu pengetahuan, dan karya seni.

Perubahan kedua UU ITE juga melibatkan penyesuaian pada beberapa pasal terkait alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, transaksi elektronik, perbuatan yang dilarang, peran pemerintah, dan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil.

Revisi ini merupakan upaya besar untuk menciptakan ruang digital yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa perubahan UU ITE ini mencerminkan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi kepentingan umum dan hak asasi manusia pengguna internet Indonesia di ruang siber.

Pos terkait