Oegroseno Kecam Penyitaan Barang Hasto oleh KPK: Langgar Etika dan Bisa Dipidanakan

Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mengkritik keras tindakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penyitaan ponsel dan dokumen dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.
Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mengkritik keras tindakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penyitaan ponsel dan dokumen dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.

MERCUSUAR.CO, Jakarta – Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mengkritik keras tindakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penyitaan ponsel dan dokumen dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto. Oegroseno menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar etika tetapi juga bisa dikenakan sanksi pidana.

Oegroseno, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, mengingatkan bahwa pada tahun 2009 pernah terjadi kasus serupa. Saat itu, seorang saksi diperiksa di lokasi yang tidak seharusnya dan mengalami penggeledahan ilegal yang mengakibatkan ditemukannya barang-barang yang tidak terkait. Hal ini, menurut Oegroseno, sudah menyalahi prosedur dan merugikan saksi yang seharusnya dilindungi hak-haknya.

Bacaan Lainnya

“Saksi seharusnya bisa memilih tempat pemeriksaan yang aman dan nyaman bagi mereka. Mereka juga berhak menolak lokasi yang tidak aman,” tegas Oegroseno. Ia juga menyoroti bahwa saksi tidak boleh digeledah tanpa alasan yang kuat, apalagi jika barang-barang yang disita tidak ada hubungannya dengan kasus yang sedang diselidiki.

Lebih lanjut, Oegroseno menjelaskan bahwa penyitaan barang-barang pribadi, seperti yang dilakukan terhadap Hasto Kristiyanto, bisa dianggap sebagai pencurian dengan kekerasan menurut Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Tindakan seperti ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri,” katanya.

Oegroseno juga menyoroti pentingnya aturan yang ketat dalam proses penyitaan barang, bahkan terhadap tersangka sekalipun. “Di Amerika Serikat, misalnya, polisi yang membaca ponsel milik istri tersangka bisa diberhentikan karena melanggar profesi,” tambahnya.

Purnawirawan jenderal bintang tiga ini menegaskan bahwa barang-barang yang disita oleh KPK dari Hasto Kristiyanto tidak bisa dijadikan alat bukti dalam proses hukum karena cara penyitaannya yang melawan hukum. “Yang boleh menjebak itu hanya dalam konteks operasi kontrol delivery atau undercontrol buy. Penyitaan seperti ini tidak bisa dibenarkan,” jelasnya.

Pada hari Kamis, 13 Juni 2024, Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi, bersama kuasa hukumnya Petrus Selestinus, melaporkan penyidik KPK, Kompol Rossa Purbo Bekti, ke Bareskrim Polri. Mereka menuduh Rossa melakukan intimidasi dan perampasan barang milik Hasto dan Kusnadi berupa buku catatan partai serta telepon pintar.

Kusnadi mengaku saat itu diajak oleh Rossa ke lantai atas gedung KPK dan di sana ia mengalami intimidasi serta penyitaan barang-barang pribadinya. Padahal, Kusnadi bukan objek pemeriksaan pada hari itu. Menanggapi laporan tersebut, Oegroseno menegaskan bahwa Kompol Rossa bisa diproses oleh Propam Polri karena melanggar etika profesi, dan lebih dari itu, bisa dikenakan sanksi pidana atas tindakannya yang dianggap sebagai perampasan paksa.

Oegroseno menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan dalam penanganan kasus ini agar tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum. “Tindakan yang dilakukan oleh penyidik KPK ini harus segera ditindaklanjuti dengan proses hukum yang tegas dan adil,” pungkasnya.

Pos terkait