MERCUSUAR.CO, Jakarta – Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel berencana untuk mengendalikan Gaza dengan tujuan menjaga keamanan negaranya. “Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak memiliki tanggung jawab keamanan tersebut,” katanya dalam wawancara dengan televisi AS, ABC, Senin, 6 November 2023.
Netanyahu, yang telah berkomitmen untuk mengatasi Hamas di Gaza, menyatakan bahwa Israel perlu bertanggung jawab atas keamanan wilayah Gaza setelah perang dalam waktu yang tidak terbatas, menurut pandangannya.
Pandangan Netanyahu sejalan dengan sikap Amerika Serikat. Saat ditanya apakah ada diskusi di PBB tentang perkembangan di Gaza setelah berakhirnya pertempuran, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, mengungkapkan kekhawatiran akan situasi pasca-konflik, meskipun pembahasannya belum terjadi saat itu.
Otoritas Palestina menolak upaya untuk menguasai Gaza setelah perang, menginginkan perjanjian komprehensif yang melibatkan Tepi Barat dalam negara Palestina, seperti yang disampaikan oleh perdana menteri mereka.
Israel sebelumnya menyampaikan niat mereka untuk mengakhiri konflik Gaza dengan membentuk otoritas transisi yang akan memerintah wilayah tersebut dan memulihkan Otoritas Palestina.
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, menegaskan bahwa Otoritas Palestina hanya akan berkolaborasi dengan syarat kembalinya pada proses perdamaian yang menghasilkan dua negara berdaulat.
“Untuk meminta Otoritas Palestina pergi ke Gaza dan menjalankan urusan Gaza tanpa solusi politik untuk Tepi Barat, seolah-olah Otoritas Palestina akan menaiki F-16 atau tank Israel? Saya tidak menerimanya. Presiden kami (Mahmoud Abbas) tidak menerimanya. Tak satu pun dari kami akan menerimanya,” katanya.
“Saya pikir yang kita butuhkan adalah visi yang komprehensif dan damai. Tepi Barat membutuhkan solusi, dan kemudian menghubungkan Gaza dengan wilayah tersebut dalam kerangka solusi dua negara.”
Menurut Shtayyeh, hal yang paling mendesak adalah menghentikan serangan udara di Gaza dan kekerasan di Tepi Barat. Dia mencatat bahwa dalam tiga minggu terakhir, sekitar 110 warga Palestina tewas akibat tindakan pasukan keamanan dan pemukim Israel.
Otoritas Palestina telah mengajukan permintaan untuk mengadakan pertemuan darurat di tingkat Arab, yang direncanakan akan dihelat pada 10 November. Pertemuan ini bertujuan untuk memulihkan persatuan dalam rangka membentuk negara Palestina yang berfungsi.
Dalam menghadapi kemarahan publik yang semakin meningkat atas ketidakmampuannya membela warga Palestina, Shtayyeh menegaskan bahwa Otoritas Palestina tetap berpegang pada prinsip gerakan non-kekerasan dalam upaya untuk mendapatkan kembali popularitasnya.
Presiden Abbas “bisa menjadi populer dalam satu menit. Dia bisa berkata: ‘Oke, saya perintahkan pasukan keamanan Palestina untuk menembaki orang Israel.’ Tapi dia adalah orang yang realistis.”
Namun, Shtayyeh juga mengakui bahwa kemarahan semakin meningkat dan situasi di Tepi Barat “mendidih” dan menjadi “sangat berbahaya.”