MERCUSUAR.CO, Flores – Jika Anda berencana untuk menghabiskan liburan Natal di Flores, siapkan diri untuk merasakan dentuman meriam bambu yang menggema, mirip dengan petasan.
Tradisi ini merupakan bagian dari budaya Manggarai dan Flores, dentuman tersebut bukan sekadar hiburan, melainkan juga sebagai pemberitahuan akan kejadian malang, seperti meninggalnya seseorang.
Seiring dengan jarak yang cukup jauh antar kampung dan medan perjalanan yang sulit, masyarakat setempat telah mengadopsi tradisi menggunakan meriam bambu sebagai sarana untuk menyampaikan berita duka.
Namun, perubahan telah terjadi, dan kini dentuman meriam bambu juga menjadi bagian dari perayaan Natal serta ungkapan syukur masyarakat atas kelahiran Yesus Kristus. Biasanya, meriam bambu dinyalakan selama periode Adven, Natal, dan hingga tahun baru.
Tokoh Masyarakat Manggarai Timur, Yosep Geong, dan Agustinus Nggose menjelaskan bahwa salah satu warisan yang masih lestari di masyarakat Flores secara umum, dan khususnya Manggarai Raya, adalah tradisi dentuman meriam bambu. Tradisi ini terus dipertahankan sebagai bentuk kekayaan budaya lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
“Zaman dulu, meriam bambu dibunyikan ketika ada peristiwa kematian tokoh besar di kampung-kampung. Meriam bambu memberikan pesan kepada seluruh masyarakat bahwa di salah satu kampung itu terjadi kematian. Dan warga yang meninggal adalah salah satu tokoh masyarakat yang berpengaruh di kampung tersebut. Bunyi meriam bambu diperuntukkan tokoh masyarakat yang meninggal dunia,” katanya.
Belakangan, menurut Yosep, tradisi meriam bambu dibunyikan pada masa Adventus dan Natal sampai dengan perayaan tahun baru. Selain dibunyikan pada saat tokoh masyarakat meninggal dunia.
“Tradisi ini sudah diwariskan oleh leluhur orang Flores dan Manggarai. Salah satu cara menyambut kegembiraan kelahiran Isa Almasih dengan membunyikan meriam bambu di kampung-kampung,” jelasnya.