Mercusuar.co, Surakarta – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi untuk seluruh masyarakat indonesia dimana masyarakat akan dapat menentukan nasibnya pada 5 tahun ke depan melalui perwakilan-perwakilannya yang dipilih secara langsung dan tersebar pada tingkat Kab/Kota, Provinsi dan Pusat. Salah satu system dalam pemilihan umum adalah sistem proporsional, Minggu (15/01/23).
System proporsional adalah system di mana suatu daerah pemilih memilih beberapa wakil. Mengacu pada hal tersebut, system proporsional dibagi menjadi dua, yaitu system proporsional terbuka dan system proporsional tertutup.
Sementara itu, dalam uji materiil Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Dimas Brian Wicaksana (pengurus PDIP), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rochman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono pada perkara Nom 114/PUU-XX/2022 yang di gelar sidang perdananya pada 23 November 2022, yang pada garis besarnya menyoal terkait system proporsional terbuka pemilu sesuai Pasal 168 ayat (2) yang berbunyi “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan system proporsional terbuka”.
Para Pemohon mendalilkan berlakunya norma-norma pasal tersebut yang berkenaan
dengan sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah bermakna dibajak oleh
caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dan
struktur partai politik dan tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial politik.
Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili organisasi partai politik namun mewakili diri sendiri.
Oleh karena itu, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang
layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan
pembinaan ideologi partai.
Wacana tersebut juga di konfirmasi oleh Ketua KPU Pusat, Hasyim Asyari “ada kemungkinan, saya belum berspekulasi, ada kemungkinan Kembali ke system proporsional daftar calon tertutup,” di kantor KPU pada Kamis (29/12/2022).
Sistem proporsional tertutup, menurut Rocky Gerung, akan membuat oligarki di dalam partai menguat. Sebab, dalam sistem ini, hanya kekuasaan parpol yang berhak menentukan kandidat untuk menjadi anggota parlemen.
“Oligarki dalam partai akan menentukan arah
politik,” kata Rocky.
Mereka yang memiliki uang akan menyogok parpol agar dapat dapat ditunjuk menjadi anggota parlemen.
Senada dengan PSI, Menurut juru bicara DPP PSI Ariyo Bimmo, ada beberapa alasan
PSI tegas menolak penghapusan sistem proporsional terbuka. Pertama, sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi Tanah Air.
Sedangkan, kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional
tertutup.
Subyektifitas dalam menentukan anggota parlemen melalui keputusan mutlak partai
dengan dalih mengantisipasi caleg yang hanya bermodalkan popularitas harus di bayar mahal
dengan pemberangusan hak dan nilai demokrasi berpolitik pada masyarakat, yang pada hal ini bisa disebut menjadi sebuah kemunduran demokrasi.
Untuk mencerahkan segala persoalan tersebut, wakil PC PMII Surakarta Wahid Nu Fais menambahkan, untuk mencerahkan segala persoalan tersebut, maka PMII Cabang Kota Surakarta memberikan wadah bagi masyarakat umum dan Anggota PMII se-kota Surakarta melalui kegiatan Diskusi dengan tajuk “Menakar Urgensi Wacana Sistem Proporsional Tertutup Pada Pemilu 2024”.(Din)