Alasan Pemecatan Guru Honorer di Jakarta: Kebijakan Cleansing dan Penataan Dinas Pendidikan

Guru honorer di Jakarta dipecat oleh kepala sekolah pada Senin (23/10) karena terlambat mengajar, memicu protes dari rekan-rekannya.(ilham.mercusuar)
Guru honorer di Jakarta dipecat oleh kepala sekolah pada Senin (23/10) karena terlambat mengajar, memicu protes dari rekan-rekannya.(ilham.mercusuar)

MERCUSUAR, Jakarta, 18 Juli 2024 – Ratusan guru honorer di Jakarta mengalami pemutusan kontrak secara mendadak bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2024/2025. Kebijakan ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebagai upaya penataan dan mencegah penyimpangan dalam perekrutan guru honorer. Namun, keputusan ini menimbulkan polemik di kalangan guru dan masyarakat, terutama karena banyak guru mengaku telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin, menjelaskan bahwa kebijakan pemutusan kontrak guru honorer di Jakarta dilakukan melalui sistem cleansing. Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk menata dan menertibkan perekrutan guru honorer yang selama ini dilakukan tanpa seleksi yang jelas oleh kepala sekolah.

“Kondisinya adalah guru honorer ini diangkat oleh kepala sekolah dibayar oleh dana BOS tanpa seleksi yang jelas,” kata Budi melalui telepon kepada Tempo. Budi menambahkan bahwa sejak 2017 hingga 2022, pihaknya telah menginformasikan kepada kepala sekolah untuk tidak mengangkat guru honorer, namun banyak yang tetap melakukan perekrutan.

Budi menjelaskan bahwa guru honorer yang direkrut mandiri oleh kepala sekolah sebenarnya tidak banyak, tetapi karena jumlah sekolah yang banyak, maka total guru honorer yang diangkat menjadi signifikan. Ia juga menambahkan bahwa gaji yang diberikan kepada guru honorer tersebut tidak manusiawi.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa ada empat kriteria guru honorer yang mendapat gaji dari dana BOS, yaitu guru bukan aparatur sipil negara (ASN), guru yang terdata di dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan guru yang tidak ada tunjangan guru. Namun, dari 400 guru yang terjaring dalam temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK), tidak memiliki data Dapodik dan NUPTK.

“Sehingga ada temuan dari BPK terkait hal ini,” ujar Budi.

Budi mengklarifikasi bahwa istilah cleansing tidak berarti pemecatan, melainkan penataan dan penertiban untuk mencegah adanya penyimpangan seperti calo. Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah mewadahi guru honorer secara legal melalui Kontrak Kerja Individu (KKI) yang gajinya diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan ASN. Proses perekrutan tersebut dilakukan secara transparan dan dipublikasikan.

Namun, kebijakan cleansing ini menimbulkan reaksi dari guru honorer di Jakarta. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyatakan bahwa sudah ada 107 laporan pemecatan guru honorer yang diterima pihaknya. Laporan tersebut berasal dari guru jenjang SD, SMP, hingga SMA di DKI Jakarta. Dari jumlah tersebut, 76 persen mengaku sudah terdaftar di Dapodik dan memiliki NUPTK.

Sejumlah guru honorer dari Kabupaten Bekasi bahkan melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara untuk melaporkan dugaan maladministrasi di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. Aksi tersebut diikuti oleh 40 guru honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Honor Pendidikan Agama Islam (FKGHPAI).

Ara (28), seorang guru honorer mata pelajaran Bahasa Inggris di Jakarta, mengaku dipecat secara lisan oleh kepala sekolah tempatnya mengajar pada Mei lalu. “Saya langsung keluar hari itu juga. Lisan saja, tidak ada surat enggak ada apapun gitu,” kata Ara saat dihubungi Tempo.

Menanggapi kebijakan ini, Komisi E DPRD DKI Jakarta menyatakan akan memanggil Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk memberikan penjelasan terkait pemberhentian guru honorer secara sepihak. Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, meminta agar Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunda kebijakan tersebut hingga terpilih dan dilantik gubernur DKI Jakarta yang baru.

“Jika benar terjadi PHK terhadap guru honorer, kami sangat menyesalkan hal tersebut. Kami DPRD DKI akan memanggil Dinas Pendidikan DKI untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan diambil langkah tersebut. Mungkin pekan depan,” kata Aziz.

Budi Awaluddin menyarankan kepada guru honorer yang terkena cleansing untuk mempersiapkan diri mengikuti seleksi PPPK yang akan diadakan tahun ini. “Kami nanti ada seleksi PPPK tahun ini dan kemarin dari Kemendikbud juga menyatakan bahwa kebutuhan kami kan hampir 1.900, mereka bisa mendaftar ke sana,” ucapnya.

Dengan demikian, kebijakan pemutusan kontrak guru honorer di Jakarta ini memerlukan penjelasan lebih lanjut dari pihak terkait untuk memastikan bahwa proses yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Guru honorer yang terkena dampak juga diharapkan dapat mengikuti seleksi PPPK untuk mendapatkan status yang lebih jelas dan legal.

Pos terkait