MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Pembahasan RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ) di Badan Legislasi DPR beberapa waktu lalu telah mengungkapkan rencana pembentukan kota aglomerasi yang dikenal sebagai “Jabodetabekjur”. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa konsep kota aglomerasi ini akan melibatkan Jakarta serta beberapa kota satelitnya, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.
Tito menegaskan bahwa Jakarta akan diperluas menjadi kota aglomerasi menyusul perubahan statusnya dari daerah khusus ibu kota (DKI). Konsep kota aglomerasi dipilih sebagai alternatif yang tidak memerlukan perubahan administratif menjadi kota megapolitan atau metropolitan.
Berikut adalah beberapa fakta penting terkait dengan konsep kota aglomerasi “Jabodetabekjur”:
1. Administrasi yang Mudah
Konsep pembangunan “Jabodetabekjur” sebagai kota aglomerasi dianggap lebih mudah diimplementasikan karena tidak memerlukan perubahan administratif yang signifikan. Meskipun begitu, program pembangunan akan disinkronkan untuk mengatasi masalah yang sama, seperti banjir, kepadatan lalu lintas, polusi, dan migrasi penduduk.
2. Dewan Kawasan Aglomerasi
Pembangunan Jakarta sebagai kota aglomerasi akan diarahkan oleh Dewan Kawasan Aglomerasi yang memiliki fungsi serupa dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua. Dewan ini bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional dan mengawasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk pembangunan.
3.Pimpinan Dewan
Dewan Kawasan Aglomerasi ini akan dipimpin oleh Wakil Presiden, mirip dengan peranan wakil presiden sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua saat ini. Meskipun dipimpin oleh wapres, kebijakan pembangunan tetap berada di tangan pemerintah daerah masing-masing wilayah, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.
Rencana pembentukan kota aglomerasi “Jabodetabekjur” ini menjadi topik hangat dalam pembahasan RUU DKJ, memunculkan diskusi mengenai dampak dan implementasi konsep ini bagi wilayah sekitarnya.