MERCUSUAR.CO, Jakarta – Universitas Monash Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia telah mengungkapkan peningkatan signifikan kasus ujaran kebencian yang terjadi selama masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024. Ujaran kebencian tersebut secara khusus menyasar sembilan kelompok minoritas.
Melalui pemantauan platform media sosial dari tanggal 1 September 2023 hingga Januari 2024, tim peneliti dari Universitas Monash berhasil mendokumentasikan peningkatan jumlah kasus ujaran kebencian.
Ditemukan bahwa ujaran tersebut terutama tersebar di media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) sebesar 51,2 persen, diikuti oleh Facebook dengan 45,15 persen, dan Instagram dengan 3,34 persen.
Puncak kasus terjadi setelah debat ketiga calon presiden pada tanggal 7 Januari 2024 yang membahas tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik. Hal ini diungkapkan oleh peneliti dari Monash University, Ika Idris, melalui pernyataan tertulis pada tanggal 13 Januari 2024.
Tim peneliti menggunakan 67 kata kunci untuk memonitor percakapan yang terkait dengan pemilu dan mengidentifikasi tujuh kelompok minoritas, yaitu Kristen, Katolik, Tionghoa, Syiah, Ahmadiyah, Lesbian, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ), serta Penyandang Disabilitas.
Selain itu, mereka juga memasukkan dua kategori pencarian tambahan, yakni Yahudi dan Rohingya, mengingat peristiwa penting seperti penyerangan Gaza oleh Israel dan kedatangan pengungsi Rohingya saat itu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 26,9 persen atau 182.118 dari total 678.106 teks yang dianalisis mengandung ujaran kebencian.
Kelompok yang paling sering menjadi target ujaran kebencian adalah Yahudi, dengan 90.911 teks. Diikuti oleh kelompok disabilitas (4.6278 teks), Tionghoa (9.563 teks), LGBTIQ (7.262 teks), dan lainnya (5.587 teks).
Ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok Yahudi, terutama terkait dengan peristiwa serangan Israel di Gaza, menyumbang jumlah tertinggi dalam penelitian ini.
Selain itu, kelompok disabilitas juga menjadi sasaran serangan yang signifikan, dengan percakapan yang mencerminkan isu-butir hukum, tuli terhadap suara rakyat, yang menyoroti masalah kecacatan hukum dan demokrasi.
Dari total percakapan yang berhubungan langsung dengan pemilihan umum, sekitar 9,05 persen atau 61.340 teks, terdapat 46,31 persen yang mengandung ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas.
Hal ini menunjukkan perlunya kesadaran dan tindakan yang lebih besar untuk mengatasi masalah ujaran kebencian yang semakin mengkhawatirkan ini.