Jejak Kiai Ngarpah Era Diponegoro di Wonosobo

sejonegoro mercu

MERCUSUAR, WONOSOBO- Tumenggung Setjonegoro dikenal sebagai seorang ulama dan pejuang yang berani. Semangatnya dalam melawan penjajahan Belanda mengantarkannya pada pertempuran demi pertempuran. Di tengah berkecamuknya Perang Diponegoro (1825-1830), wilayah Wonosobo menjelma menjadi basis pertahanan penting bagi pasukan pendukung Pangeran Diponegoro. Para pejuang gagah berani, termasuk Kyai Muhammad Ngarpah, bahu membahu melawan kolonialisme Belanda di tanah kelahirannya. Bersama Imam Misbach (Tumenggung Kertosinuwun), Tumenggung Mangkunegaran, dan Gajah Permodo, Kyai Ngarpah menunjukkan kegigihannya dalam pertempuran. Keberaniannya mengantarkannya pada kemenangan gemilang, yang kemudian mengantarkannya pada gelar kehormatan Tumenggung Setjonegoro. Kisah heroik Kyai Ngarpah dan para pejuang lainnya menjadi bukti nyata perlawanan rakyat Wonosobo terhadap penjajahan Belanda. Semangat juang mereka terus menginspirasi generasi penerus untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Pemindahan Pusat Kota Pasca Perang Diponegoro, Tumenggung Setjonegoro menunjukkan jiwa kepemimpinannya yang luar biasa. Atas jasanya, ia diangkat menjadi Bupati Pertama Wonosobo pada tahun 1825. Di bawah kepemimpinannya, Wonosobo berkembang pesat menjadi wilayah yang maju dan damai. Salah satu keputusan penting Tumenggung Setjonegoro adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Selomerto ke kawasan yang kini dikenal sebagai Kota Wonosobo. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan wilayah Wonosobo. Pemindahan pusat pemerintahan dari Ledok, Selomerto ke kawasan Kota Wonosobo sekarang, berdasarkan hasil kajian Tim Peneliti Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada (UGM) bersama Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), para sesepuh, dan tokoh-tokoh penting, termasuk pimpinan dewan perwakilan rakyat, dalam sebuah seminar pada 28 April 1994, diyakini terjadi pada tanggal 24 Juli 1825.
Tanggal tersebut akhirnya dipercaya dan diadopsi untuk menandai momen bersejarah berdirinya Kabupaten Wonosobo. Oleh karenanya, rakyat Wonosobo memperingati Hari Jadi setiap tanggal 24 Juli. Semangat para pendiri, termasuk Tumenggung Setjonegoro, menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk menjadikan Wonosobo sebagai kabupaten yang semakin maju, sejahtera, dan lestari. Tumenggung Setjonegoro wafat pada tahun 1881 dan dimakamkan di Payaman, Secang, Magelang. Meski telah lama tiada, namun semangat dan perjuangannya terus menginspirasi masyarakat Wonosobo hingga saat ini. Beliau dikenang sebagai pahlawan yang gagah berani, pemimpin yang visioner, dan pendiri Kabupaten Wonosobo yang berjasa besar.

Pos terkait