Suku Osing yang Tak Lagi Asing: Warisan Geo Cultural Banyuwangi

Tafrihan bersama ali altaf pemuda suku osing penggiat medsos banyuwangi
Tafrihan bersama ali altaf pemuda suku osing penggiat medsos banyuwangi

MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Dalam Geopark Ijen Suku Osing, yang juga dikenal sebagai Jawa Osing atau Wong Blambangan, merupakan penduduk asli Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dikenal juga sebagai Laros (Lare Osing), suku ini adalah mayoritas di beberapa kecamatan di Banyuwangi.

Dengan sejarah yang kaya dan budaya yang unik, Suku Osing kini menjadi bagian penting dalam sub bidang geo cultural Geopark Ijen, menggambarkan keterkaitan erat antara manusia , tradisi dan lingkungannya.

Bacaan Lainnya

Wawancara dilakukan di Banyuwangi pada tanggal 30 Juni 2024 dengan nara sumber Ali Altaf Pemuda Osing yang menjadi Penggiat media Sosial kabupaten Banyuwangi dan beberapa sumber lain di banyuwangi

Bahasa Osing: Jejak Sejarah dan Kebudayaan
Bahasa Osing adalah varian dialek dari bahasa Jawa yang dituturkan terutama di Kabupaten Banyuwangi. Bahasa ini adalah turunan dari bahasa Jawa kuno dengan pengaruh signifikan dari bahasa Bali.

Penggunaan kosakata dari bahasa Jawa kuno dan pengaruh bahasa Bali membuat bahasa Osing memiliki kekayaan linguistik yang unik, mencerminkan sejarah panjang dan interaksi budaya di kawasan ini.

Kepercayaan dan Tradisi
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing, agama Hindu-Buddha merupakan kepercayaan utama, mirip dengan Majapahit. Namun, dengan berkembangnya kerajaan Islam di pantura, agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Masuknya pengaruh luar, termasuk usaha VOC dalam menguasai daerah Blambangan, juga turut membentuk kepercayaan dan tradisi masyarakat Osing. Salah satu tradisi penting adalah puputan, perang hingga titik darah penghabisan, yang pernah menyulut peperangan besar bernama Puputan Bayu pada tahun 1771 M.

Demografi dan Profesi
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan timur, seperti Kecamatan Songgon, Rogojampi, Blimbingsari, Singojuruh, Kabat, Licin, Giri, Glagah, dan sebagian Kecamatan Banyuwangi, Kalipuro, dan Sempu. Profesi utama masyarakat Osing adalah petani, dengan sebagian kecil lainnya menjadi pedagang, nelayan, buruh, dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru, dan pegawai pemerintah daerah, banyak pemuda osing yang saat ini menjadi anak anak yang menguasai teknologi informasi dan bergerak untuk banyuwangi termasuk merubah stigma sebagai kota santet menjadi kota sejuta destinasi wisata seperti Ali Altaf salah satunya yang ditemui mercusuar sekitar 1 jam , dia bercerita dengan sangat optimis untuk turut serta berperan dalam membangun image baik tentang banyuwangi. Dengn keterlribatan anak –anak suku osing di hampir semua profesi menyebabkan suku osing tak lagi asing

Seni dan Budaya
Kesenian Suku Osing sangat unik dan sering kali mengandung unsur mistik, mirip dengan kesenian Suku Bali. Beberapa kesenian utama antara lain Gandrung Banyuwangi, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk, dan Jedor. Kesenian lain yang masih dipelihara adalah tembang dolanan, khususnya oleh anak usia sekolah. Contohnya adalah tembang Jamuran dan Ojo Rame-Rame yang mengajarkan nilai-nilai positif seperti gotong-royong dan patriotisme.

Sejarah dan Asal Usul
Dilansir dari jurnal “Kajian Bahasa Osing dalam Modernitas” karya Andhika Wahyudiono, Osing berasal dari kata “using” yang dalam bahasa Bali berarti “tidak.” Keberadaan suku Osing di Banyuwangi tidak bisa terlepas dari Kerajaan Blambangan dan peristiwa Puputan Bayu. Dikutip dari jurnal “Perancangan Film Dokumenter: Tribute to East Java Heritage” karya Evan Permana, pada akhir kekuasaan Majapahit terjadi perang saudara yang membuat banyak wilayahnya melemah.

Konflik internal tersebut membuat Majapahit akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Malaka, dan Kerajaan Blambangan yang dulunya merupakan bagian dari Majapahit pun akhirnya berdiri sendiri. Selama dua abad, sekitar tahun 1546 hingga 1764, Kerajaan Blambangan menjadi sasaran penaklukan dari kerajaan di sekitarnya.

Geo Cultural dalam Geopark Ijen
Sebagai bagian dari Geopark ijen, suku Osing berkontribusi besar dalam sub bidang geo cultural. Keunikan bahasa, tradisi, kepercayaan, seni, dan sejarah mereka memperkaya keragaman budaya yang menjadi daya tarik geowisata di kawasan ini.

Pelestarian budaya Osing menjadi sangat penting, tidak hanya sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai aset budaya yang mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan di Banyuwangi.

Keberadaan Suku Osing yang kaya akan budaya dan sejarah menjadikan mereka tak lagi asing di mata dunia. Melalui upaya pelestarian dan pengembangan yang berkelanjutan, Suku Osing akan terus menjadi bagian integral dari identitas dan keunikan Kabupaten Banyuwangi, sekaligus memperkuat posisi Geopark ijen yang sudah ditetapkan menjadi UGGP ( unesco Global Geopark ) pada tahun 2023 . geopark Ijen sangat layak dijadikan mitra geopark lain di Indonesia Karena terbukti pengelolaanya sangat baik dan memnuhi unsur bumi lestari masyarakat sejahtera ( taf)

Pos terkait