MERCUSUAR, KOTA MUNGKID – Regenerasi menjadi persoalan serius yang membayangi keberlangsungan perpustakaan desa di Kabupaten Magelang. Anis (28), pegiat Rumah Baca Salam, menyuarakan keresahannya lantaran sebagian besar pengelola perpustakaan masih didominasi generasi tua. Kondisi ini membuat ruang gerak inovasi terbatas, sementara kebutuhan layanan perpustakaan justru semakin dekat dengan generasi muda.
“Banyak perpustakaan kita masih bergantung pada orangnya. Kalau pengelolanya menikah, pindah, atau sibuk, perpustakaannya ikut mati. Itu yang bikin saya resah,” kata Anis.
Menurutnya, situasi ini ironis karena generasi yang menjadi pengguna utama perpustakaan adalah anak-anak, Gen Z, hingga Alpha. Namun, keterlibatan anak muda dalam pengelolaan perpustakaan desa masih jarang ditemukan. Padahal, menurut Anis, keberadaan mereka penting untuk menghidupkan ide-ide baru yang sesuai dengan zaman.
Ia menegaskan cita-cita terbesarnya bukan agar perpustakaan dikenal karena sosoknya, melainkan karena sistemnya yang berjalan. “Cita-cita saya justru bisa pergi dari sini, tapi perpustakaan ini tetap hidup. Itu baru bisa disebut berhasil,” tegasnya.
Anis menekankan perlunya membangun sistem berkelanjutan dan tim yang solid agar perpustakaan desa tidak mati bersama redupnya satu figur penggerak. Melalui pelatihan, pendampingan, hingga program kolaborasi, ia berharap semakin banyak anak muda Magelang yang turun tangan dalam gerakan literasi.
“Magelang punya banyak desa potensial. Kalau anak mudanya mau terlibat, saya yakin gerakan literasi di sini bisa jadi lebih kuat dan berpengaruh,” pungkasnya.