MERCUSUAR, MUNGKID– Setiap tanggal 22 Maret, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang memperingati hari ulang tahun (HUT) Kota Mungkid. Pada 2025 ini, usianya memasuki 41 tahun. HUT tersebut menjadi penanda bahwa ada peristiwa perpindahan pusat pemerintahan dari Kota Magelang ke Kota Mungkid. Tepatnya pada Kamis, 22 Maret 1984.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Magelang Amat Sukandar menceritakan, perpindahan ini tidak lepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Magelang. Sebelum menjadi kabupaten, wilayah tersebut merupakan kademangan (wilayah setingkat kecamatan) dari Kasunanan Surakarta. Dalem kademangan berlokasi di sebelah utara Alun-alun Kota Magelang.
“Dalem kademangan itu dinamakan Kebondalem yang artinya kebun milik Sri Susuhunan Pakubuwana VI dari Kasunanan Surakarta,” jelasnya, Kamis (20/3/2025).
Pada masa penjajahan Inggris, Raden Ngabehi Danukromo diangkat sebagai bupati pertama Kabupaten Magelang pada tahun 1811 dengan gelar Raden Adipati Arya Danoeningrat I. Pengangkatan bupati ini dilakukan setelah kawasan Kedu dipisahkan dari Kesultanan Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengkubuwana III oleh Pemerintah Inggris. Kantor pemerintahannya bertempat di sisi utara Alun-alun Kota Magelang.
Dia melanjutkan, ketika Inggris tidak lagi berkuasa, Pemerintah Belanda melantik kembali Raden Ngabehi Danukromo sebagai bupati Magelang. Pengangkatannya didasarkan pada surat keputusan gubermen/pemerintah Penjajah Belanda tanggal 30 November 1813.
Menurut catatan buku sejarah, Raden Ngabehi tewas dalam peperangan melawan laskar Pangeran Diponegoro pada 28 September 1825. Setelah itu, kursi pemerintahan diserahkan kepada anak keturunan Raden Ngabehi dan memerintah Kabupaten Magelang hingga 1942. Sejak zaman Jepang hingga sekarang, para bupati sudah bukan lagi berasal dari keturunan Danoeningrat.
Selama masa perang kemerdekaan tahun 1948-1949, kedudukan pusat pemerintahan Kabupaten Magelang berpindah-pindah. Karena pada masa itu, keadaan Magelang tidak aman. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1948, Kota Magelang ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Magelang.
Lalu, pada 1950, diterbitkannya UU Nomor 13 Tahun 1950 yang memberikan hak kepada daerah-daerah kabupaten di Jawa Tengah untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Sehingga Kota Magelang menjadi pusat dua pemerintahan, yakni kabupaten dan kotapraja. Terlebih, Kota Magelang juga menjadi tempat kedudukan Residen Kedu dan Akademi Militer.
Sukandar menyebut, adanya empat instansi tersebut menyebabkan Kota Magelang semakin padat. Saat kepemimpinan Bupati Magelang Drh Soepardi pada 1979, ada gagasan untuk memindahkan ibu kota kabupaten. Alhasil, dibentuklah tim survei yang melibatkan Universitas Diponegoro.
Pada 1982, Pemkab Magelang memilih empat calon lokasi ibu kota. Antara lain di Kecamatan Secang, Mertoyudan, Muntilan, dan Mungkid. Berdasarkan hasil survei, dipilihlah Kecamatan Mungkid sebagai lokasi ibu kota yang layak. Hasil tersebut dimintakan persetujuan DPRD, gubernur, dan Dirjen Pemerintahan Otonomi Daerah.