“Berlayar”, Ngaji Film Bareng Andy Pulung Di Purworejo

IMG 20250726 WA0027

PURWOREJO, MERCUSUAR.CO -Banyak disebut sebagai Kota Pensiunan mungkin karena terlalu adem ayem dan tenggelam oleh hiruk pikuk dan dinamisme kota lain. Namun di balik sebutan ironis tersebut fakta berbicara bahwa banyak tokoh dan publik figur eksis di bidangnya masing-masing, dilahirkan dari Purworejo yang disebut dengan Kota Pensiunan ini Mulai dari birokrat, tokoh militer, agamawan, olah ragawan, politisi, akademisi, ilmuwan dan seniman/wati. Belum lagi bicara soal seni dan budaya nya, Purworejo seperti ibu yang melahirkan anak-anak yang sukses meniti karir di bidangnya masing-masing di rantau, namun mereka hanya pulang menjelang usia senja saat sudah tak produktif.
Salah satu putra terbaik Purworejo dalam bidang editing film yakni Andhy Pulung, Jum’at (25/7) hadir di Office Theater Depo Arsip Dinpusip Purworejo seolah menjawab ironi di atas. Banyak film berkelas dan sukses di tangan editor lulusan Institut Kesenian Jakarta satu ini. Opera Jawa, Denias, King, Tanah Air Beta, Hari Untuk Amanda dan banyak lainnya.
Belajar dari banyak editor senior dan bekerja sama dengan banyak sutradara senior kenamaan, seperti Garin Nugroho, John De Rantau, Ari Sihasal, Hanung Bramantyo, Andhy banyak mengambil ilmu dengan berbagai point of view.
“Berlayar” menjadi wadah yang pas buat Andhy Pulung untuk menularkan ilmu sekaligus memantik ide dan kreatifitas anak-anak muda Purworejo dalam dunia perfilman. Program Berlayar yang diinisiasi oleh Omah Jayeng memang seperti dinanti oleh mereka yang tergabung dalam Forum Film Purworejo.
Editor Film (penyunting) ibarat seorang Koki yang meramu semua footage menjadi rangkaian cerita yang akan disajikan ke penonton film.
“Film Dokumenter Soyar Maole yang menceritakan akulturasi budaya Islam dan Jawa karya anak Pondok Al Iman Bulus, Gebang cukup bagus dari beberapa sisi, termasuk riset nya yang in depth, penyusunan rangkaian scene, point of view yang beda! ” kata Andhy mengapresiasi.
Dirinya juga bicara soso loncatan teknologi yang tak terbendung dari cara konvensional ataupun analog ke digital, makin memudahkan beberapa pelaku seni dalam berkarya.
“Meskipun demikian banyak yang merasakan feelnya beda jika dikerjakan dengan instan! ” Misal karya fotografi, dengan hanya menulis prompt bisa disajikan sebuah foto, namun tetap beda rasa saat disajikan, begitu juga dengan film.
Menurut Andhy banyak potensi menarik yang ada di Purworejo untuk diangkat ke dalam film. Salah satu nya yang sudah banyak dikenal adalah Tari Ndolalak.
“Kalau cuma diceritakan sebatas seni budaya saja mungkin sudah terlalu jamak dan umum, akan lebih menarik kesenian ini dikulik sebagai salah satu alternatif mendukung perjuangan kemerdekaan yakni misi spionase lewat tarian Ndolalak! ” pancingnya kepada Mercusua.co.
“Berlayar’ yang didalamnya digelar pemutaran film dan workshop praktikal ini berlangsung sangat dialogis.
” Dari acara seperti ini saya rasa lewat sharing dan diskusi bareng akan memantik ide ide segar dan masukan baru buat sineas Purworejo sekaligus mengulik dalam potensi yang ada dan beda di Purworejo. ” kata Wuri penggiat seni dari Aswahita Bagelen.
Hadir dalam acara ini Stephanus Aan Isa Nugroho, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Purworejo, Ketua Dewan Kesenian Purworejo, Agus Pramono, pelajar dan mahasiswa penggiat film, jurnalis dan para santri.
“Dengan Program Berlayar anak anak Purworejo berani menampilkan karyanya sebagai film Maker dan duduk di depan mempresentasikan karyanya! ” kata Elen GKL dari Ruang Kreatif.
Alhasil Program Berlayar sebagai salah satu agenda acara yang dikemas sebagai bagian pengembangan dari pengelola Galery dan Film Art Lab Omah Jayeng yang didirikan oleh Garin Nugroho untuk ruang edukasi dan akulturasi budaya melalui film di Purworejo cukup memberikan semangat baru.
“Rasanya seperti ngaji film bareng Mas Andhy, kita jadi tambah ilmu soal editing, kadang juga membuang footage yang sudah kita ambil, lalu riset yang mendalam wawancara narasumber dan berani melihat dengan point of view yang beda, ” kata seorang santri peserta acara ini.
Omah Jayeng adalah rumah kelahiran dan tumbuh masa kecil sutradara yang karyanya dikenal luas di dunia dengan perspektif unik dan pribadi yang tak ditemukan di film Indonesia pada umumnya. Omah Jayeng sekarang dibuka sebagai museum pribadi perjalanan oleh film-film bagus Garin Nugroho, Art Installstion, pentas seni hingga kolom tulisannya di surat kabar dan majalah serta berbagai artefak yang terkait dengan karyanya.(agam)

Pos terkait