MERCUSUAR.CO – Potongan gaji 3% untuk Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) masih menjadi isu kontroversial. Pergolakan masif baik dari pemberi kerja dan karyawan pun akhirnya membuka tabir dari kisah miris peserta Bapertarum.
Bapertarum, merupakan singkatan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan. Lembaga ini merupakan masa lalu dari lembaga yang sekarang akrab disebut BP Tapera. Pengelolaan Bapertarum resmi berakhir pada 2018, atau tepat dua tahun sejak disahkan UU Nomor 4 tahun 2016 tentang TAPERA.
Menurut situs BP Tapera, Bapertarum dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993 yang ditetapkan Presiden ke-2 RI, Soeharto pada 15 Februari 1993 silam. Bapertarum dibentuk secara khusus untuk meningkatkan kesejahteraan PNS melalui skema bantuan untuk memiliki rumah yang layak. Caranya dengan memotong gaji para pegawai negeri sipil dan mengelola tabungan perumahan.
Potongan Gaji untuk Bapertarum & Analogi Perhitungannya
Potongan gaji itu sesuai dengan golongan PNS. Mulai dari Rp3.000 untuk golongan I, Rp5.000 untuk golongan II, Rp7.000 golongan III, dan Rp10 ribu golongan IV. Nilai iuran ini tidak pernah mengalami peningkatan hingga dihentikan oleh menteri keuangan per Agustus 2020.
Indonesia Research melakukan analogi perhitungan jika seorang PNS golongan I – IV mengikuti program Bapertarum selama 26 tahun, kira-kira sejak efektif mulai tahun 1994 sampai dengan dihentikan Agustus 2020. Jika dihitung dalam basis bulan, PNS sudah menabung selama 320 bulan.
Jika tanpa bunga, perhitungan menunjukkan golongan I – IV akan mendapatkan total tabungan yang terbilang sangat kecil, bahkan nilainya kurang dari UMR sebulan DKI Jakarta.
Perhitungan ini hanya disesuaikan berdasarkan iuran per satu golongan saja. Seorang PNS bisa saja naik jabatan, sehingga gaji meningkat yang membuat iuran Bapertarum-nya meningkat.
Dari perhitungan tersebut yang paling masuk akal, jika digunakan sesuai fungsinya sebagai uang muka fasilitas kredit kepemilikan rumah (KPR) saat ini, tabungan Bapertarum harus dikelola dengan imbal hasil maksimal 20% per tahun.
Hanya saja ini sulit dilakukan lantaran risk free rate sesuai imbal hasil obligasi acuan RI selama 10 tahun hanya di kisaran 6%.
Sebagian PNS juga banyak yang tetap menyimpan tabungan Bapertarum sampai masa akhir jabatannya untuk dicairkan menambah uang pensiun. Sayangnya, hasil dari tabungan rata-rata relatif kecil jika digunakan untuk kebutuhan saat ini yang tergerus inflasi.
Asam Garam Peserta Bapertarum : Hasil Sedikit – Sulit Cair!
Berbagai cuitan netizen mewarnai berbagai platform sosial media, seperti “X” atau dulunya Twitter, Tiktok, dan Instagram mengenai keluhan dari hasil tabungan yang didapatkan sampai kesulitan untuk mencairkan.
Sebut saja, ada akun “X” bernama Bentor yang mengaku sebagai PNS sudah sejak 1983, kemudian pensiun pada 2019, hanya dapat Rp3,7 juta.
Ada lainnya juga bercerita dari platform yang sama, dengan akun bernama Monica, Ia bercerita sebagai saksi anak seorang PNS yang sudah 30 tahun mengabdi tapi tidak bisa mendapatkan manfaat.
Indonesia juga menerima beberapa cerita, ada dari Winarno mengikuti keanggotaan Bapertarum dari 1997 – 2023 hanya mendapatkan total tabungan Rp7 juta.
Cerita lain datag dari Ida, seorang pensiunan guru dari Gresik Jawa Timur. Ibu Ida sudah mengabdi selama 30 tahun sebagai Guru SD hanya mendapatkan Rp 6 juta dari dana Bapertarum.
Dengan periode keanggotaan yang sama, ada seorang teman-nya juga ikut bercerita, Wasidi (nama disamarkan) menjelaskan Ia pensiun pada 2023 dan sudah mengajukan pencairan Bapertarum pada Januari 2024 lalu. Sayangnya, sampai saat ini atau sudah lima bulan berlalu tabungannya belum juga cair.
Cerita lainnya, datang dari seorang istri yang suaminya sudah meninggal dunia sekitar lima tahun lalu, sebut saja namanya Ismaya (nama disamarkan). Dia bercerita kalau ternyata setelah ramai diberitakan soal tapera, Ia menyadari ternyata suaminya yang dulunya seorang PNS punya tabungan tersebut. Sayangnya, dananya juga belum cair sampai saat ini.
Berbagai keluhan dan cuitan netizen diberbagai platform ini rasanya jadi sesuai dengan hasil temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan dana Tapera tahun 2020-2021 yang menunjukkan ada lebih dari 124.000 pensiunan peserta belum menerima dana mereka.
Total jumlah dana yang belum disalurkan itu diketahui mencapai Rp567,5 miliar. Kemudian dari 124.000 anggota Tapera itu sebagian telah meninggal dunia dan pensiun. Data tersebut merupakan hasil konfirmasi BPK ke Taspen dan Badan Kepegawaian Nasional.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya 124.960 pensiunan yang belum menerima pengembalian dana total sebesar Rp 567,5 miliar pada 2021.
Dikutip dari IHPS 2022, pemeriksaan BPK ini mencakup instansi BP Tapera di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Pemeriksaan BPK menemukan adanya lima temuan yang memuat delapan permasalahaan. Salah satunya adalah masalah pengembalian dana atau simpanan.
“Sebanyak 124.960 orang belum menerima pengembalian sebesar Rp 567,45 miliar dan peserta pensiun ganda sebanyak 40.266 orang sebesar Rp 130,25 miliar,” tulis BPK, dikutip Senin (3/5/2024). Jumlah 124.960 orang pensiunan sudah berakhir kepesertaannya karena meninggal atau pensiun sampai dengan triwulan ketiga tahun 2021 namun masih tercatat sebagai peserta aktif.