MERCUSUAR.CO – Penurunan muka tanah, atau land subsidence, di wilayah Pantura Jawa Tengah, termasuk Kota Semarang, Pekalongan, dan Demak, telah mencapai tingkat yang lebih parah dibandingkan dengan DKI Jakarta.
Pantura Jateng mengalami penurunan muka tanah hingga 20 sentimeter setiap tahunnya, sedangkan Jakarta hanya mencapai 10 sentimeter per tahun.
Dalam konteks ini, Anggota DPD RI Jawa Tengah, Abdul Kholik, mengungkapkan bahwa risiko banjir di Pantura Jateng jauh lebih besar. Hal ini telah terbukti dengan seringnya banjir melanda kawasan tersebut dalam beberapa waktu terakhir. Upaya pengendalian banjir perlu diperketat, termasuk penerapan PP 13 Tahun 2017 terkait kebijakan zero delta Q untuk mengurangi risiko banjir.
Konsep zero delta Q mensyaratkan agar setiap pelaku pembangunan tidak menyebabkan peningkatan debit air yang masuk ke sistem saluran drainase atau aliran sungai. Menurut Kholik, hal ini dapat dicapai melalui penerapan sumur resapan, biopori, dan penampungan air di kawasan perumahan.
Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk memperbaiki tanggul yang jebol di beberapa sungai di Jawa Tengah. Namun, Kholik menilai bahwa penanganan banjir di Pantura timur membutuhkan anggaran lebih besar, yakni sekitar Rp 8 triliun. Ia berharap agar penanganan banjir, khususnya di Pantura timur, menjadi prioritas utama di tingkat pusat.