Istri Gus Umam Gunakan Pengajian Muslimat NU untuk Kampanye Vivit-Umam

kampanye vivit umam dipengajian muslimatnu

Ibu-ibu Muslimat Jambangan yang hadir untuk tahlilan dan diba’an diwarnai dengan pesan politik dari istri Gus Umam yang menyerukan dukungan untuk pasangan Vivit-Umam.

REMBANG, MERCUSUAR.CO – Rembang, Pada Senin, 30 September 2024, Muslimat NU mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Mushola I’anatultolibin, Desa Jambangan, Kecamatan Sarang. Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 250 jamaah yang berasal dari Desa Jambangan dan Desa Lodanwetan.

Bacaan Lainnya

Kegiatan ini bertujuan untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan terlihat sekali kegembiraan di wajah ibu-ibu Muslimat NU setiap kali acara pengajian dan maulid berlangsung, sebagai bentuk cinta mereka kepada Nabi Muhammad SAW.

Acara dimulai pada pukul 13.00 dengan pembukaan, dilanjutkan pembacaan ayat al-Qur’an, dan kemudian pembacaan Maulid Diba’i serta tahlilan bersama.

Namun, suasana khidmat ini beralih menjadi kontroversial ketika Ning Ni’ma Diana, istri Gus Umam, menyisipkan elemen kampanye politik ke dalam sambutannya.

Beberapa tokoh lokal, seperti Nyai Nurhidayah dari Sedan, juga hadir dalam acara tersebut. Kehadiran Ning Ni’ma awalnya tidak menimbulkan kecurigaan hingga ia mulai mengungkapkan dukungan politik.

Dalam sambutannya, Ning Ni’ma Diana memperkenalkan dirinya sebagai istri calon wakil bupati Rembang dan meminta dukungan untuk pasangan Vivit-Umam. “Saya mohon doa restu ibu-ibu, mohon dukung Vivit dan Gus Umam,” ungkap Ning Ni’ma, yang langsung memicu reaksi dari para jamaah.

Tidak hanya itu, Ni’ma Diana juga memberikan petunjuk tentang cara mencoblos dalam pemilihan yang akan datang, termasuk menyebutkan nomor urut dan mendorong jamaah untuk memilih gambar pasangan calon. “Nanti kertas dibuka, coblos gambar yang cantik dan ganteng,” katanya.

Acara ini jelas melanggar norma. Musim kampanye sudah dimulai, dan musholla bukanlah tempat untuk urusan politik. Forum tahlilan Muslimat NU Desa Jambangan, Sarang, seharusnya tidak digunakan untuk mengarahkan ibu-ibu Muslimat NU memilih Vivit dan Umam, suaminya.

Kegiatan yang seharusnya berfokus pada aspek spiritual ini telah beralih menjadi ajang kampanye. Ni’ma juga menyebutkan posisinya sebagai anggota DPR dari PPP Dapil Kragan-Sluke dan dukungan dari lima partai politik untuk pasangan Vivit-Umam, yang menambah kuat dugaan adanya agenda politik dalam pengajian ini.

“Niat kula tahlilan, mboten ngertos ajeng diken milih calon bupati,” kata salah satu peserta setelah acara selesai. Artinya, “Niat saya [datang ke acara] untuk tahlilan, tidak tahu kalau [ternyata] disuruh memilih salah satu calon bupati [Rembang].”

“Sebenarnya kami datang untuk tahlilan dan diba’an, bukan untuk mendengar kampanye,” ujar salah satu peserta yang memilih untuk tidak disebutkan namanya.

Saat batas antara kegiatan keagamaan dan politik semakin kabur, potensi polarisasi di masyarakat menjadi semakin nyata. Jamaah yang merasa dikhianati dapat mengalami perpecahan, terutama jika peristiwa serupa terjadi di acara lainnya.

Tindakan ini berpotensi merusak tatanan sosial dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin serta tokoh agama. Penggunaan forum keagamaan sebagai alat kampanye politik menciptakan preseden buruk yang bisa diikuti oleh pihak lain. Jika tidak segera ditangani, hal ini bisa mengancam integritas dan makna dari acara-acara keagamaan di masa depan. [dm]

Pos terkait