MERCUSUAR.CO, Kukar – Pelaksana Asisten III Setkab Kutai Kartanegara (Kukar), Dafip Haryanto, membuka acara Erau Pelas Benua Pemarangan di Dusun Margasari, Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, pada Rabu (25/10/2023).
Dafip menyoroti Pemarangan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura pada akhir abad ke-17. Tempat ini menjadi markas bagi raja-raja legendaris seperti Pangeran Dipati Agung Ing Martadipura (1650-1665), Pangeran Dipati Maja Kusuma Ing Martadipura (1665-1686), hingga Pangeran Anum Panji Mendapa Ing Martadipura (1710-1735), yang berkuasa di hulu Sungai Jembayan.
Menurut Dafip, adat istiadat yang diterapkan di Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura berakar dari tradisi lama di Kutai Lama (1300-1732), dan kemudian diwarisi oleh raja-raja di Pemarangan.
Raja-raja yang memimpin menerapkan hukum adat Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura di Pemarangan dengan mengacu pada UU Adat Panji Selaten dan Beraja Niti. Oleh karena itu, penduduk Pemarangan pada masa itu berasal dari etnis yang mengikuti aturan tertulis dalam UU Adat Panji Selaten dan Beraja Niti yang menjadi bagian dari Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
“Dalam konteks ini, Erau Pelas Benua Pemarangan memiliki signifikansi penting dalam menjalankan petunjuk Sultan untuk mempertahankan serta menghormati adat istiadat,” ujar Dafip.
Dalam upaya pembangunan daerah, Erau menjadi sarana untuk melestarikan dan mengembangkan adat istiadat melalui program Kukar Berbudaya dan Kukar Kaya Festival (K3F). Tujuan utamanya adalah menjadikan Kukar sebagai pusat kegiatan budaya, tradisi, adat istiadat, dan pengembangan karya seni yang memiliki nilai yang tinggi. Sementara itu, program K3F bertujuan untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan cara mempertahankan kekhasan budaya lokal dan nilai-nilai tradisional.
“Semua ini juga sangat penting sebagai pengetahuan bagi generasi muda agar mereka mengenal lebih dalam keberagaman budaya yang ada di Kukar,” tambah Dafip.