MERCUSUAR, Jakarta 16 Juli 2024 – Lima kader Nahdlatul Ulama (NU) bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pertemuan ini berlangsung di tengah situasi konflik antara Israel dan Palestina yang memanas.
Kelima kader Nahdlatul Ulama yang terdiri dari Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun, dan Izza Annafisah Dania, melakukan pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog. Pertemuan tersebut mendapat kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk PBNU dan organisasi Islam lainnya. PBNU mengklarifikasi bahwa pertemuan tersebut tidak memiliki hubungan dengan organisasi mereka.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya, mengungkapkan bahwa PBNU merasa telah dicatut oleh organisasi bernama Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian (Rahim). Dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa (16/7/2024), Gus Yahya menjelaskan bahwa Rahim mencantumkan logo LBM NU di situs webnya, yang seolah-olah bagian dari jaringan organisasi tersebut.
“Baru saja kami menerima informasi bahwa ada satu lembaga atau organisasi bernama Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian yang mencantumkan logo LBM NU di situs webnya. Kami tegaskan bahwa PBNU tidak pernah memberikan izin atau mandat kepada organisasi tersebut untuk menggunakan logo kami,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya juga menambahkan bahwa PBNU tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan pertemuan yang dilakukan oleh kelima kader NU tersebut. “Kami tidak tahu menahu tentang pertemuan itu dan kami pastikan bahwa mereka tidak mewakili PBNU dalam kunjungan tersebut,” tegasnya.
Berbagai pihak, termasuk organisasi-organisasi Islam lainnya, turut mengecam pertemuan tersebut. Mereka menilai bahwa pertemuan dengan pemimpin Israel di tengah konflik yang sedang berlangsung dapat menimbulkan persepsi yang keliru di masyarakat dan merusak citra NU sebagai organisasi yang pro-perdamaian.
Sementara itu, salah satu dari lima kader NU yang bertemu dengan Presiden Herzog, Zainul Maarif, menjelaskan bahwa kunjungan ini adalah bagian dari upaya untuk mencari solusi damai atas konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina. “Kami datang dengan niat baik untuk berdialog dan mencari jalan keluar yang damai. Tidak ada maksud untuk mewakili PBNU atau mencatut nama organisasi,” ujarnya.
Meskipun demikian, kontroversi tetap membayangi pertemuan tersebut. Banyak pihak yang mempertanyakan motif dan dampak dari kunjungan ini, terutama dalam konteks hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel yang tidak memiliki hubungan resmi.