MERCUSUAR, WONOSOBO- Kekerasan seksual dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terus
menjadi isu serius di Indonesia. Berdasarkan kasus yang dilaporkan kepada Unit Pelayanan
Informasi Perempuan dan Anak (UPIPA) Kabupaten Wonosobo, per April 2025 ini setidaknya
sudah ada 17 laporan kasus KDRT yang masuk ke lembaganya untuk kemudian ditindaklanjuti
pendampingan.
Ketua UPIPA Wonosobo, Yayuk Sri Rahayuningsih mengatakan, beberapa faktor yang
memengaruhi kekerasan ini terjadi antara lain: faktor ekonomi keluarga, pewarisan budaya
patriarki di masyarakat yang terlanjur mengakar, dan ketakutan korban untuk melapor. “Selain
itu, dukungan keluarga yang minim sehingga kasus seperti ini dianggap aib keluarga,” tuturnya.
Senin, (28/4).
Ia mengungkapkan, KDRT yang dimaksud selain disertai kekerasan seksual, dan
sebagian besar korban adalah perempuan. Kekerasan ini dapat memiliki dampak yang luas,
termasuk cedera fisik, masalah kesehatan jangka panjang, dan gangguan mental.
Yayuk merinci, lembaganya sepanjang 2024 mendapat laporan sejumlah 70 kasus
kekerasan seksual, “Tentu terbanyak memang KDRT ya ada sekira 38 kasus dengan dampak
gangguan psikis terbanyak, kemudian KDRP 18 kasus, KDP 11 kasus, KBGO 2 kasus, dan
ABH 1 kasus,” jelasnya.
Dia menambahkan, tahun ini lembaganya sudah mendapat laporan kekerasan sejumlah
37 kasus dengan rincian 17 kasus KDRT, 11 kasus KDRP, 5 kasus KDP, 3 kasus KBGO, dan 1
kasus kekerasan lainnya.
“Tidak berharap tahun ini lebih banyak, tapi kalau lihat data agaknya banyak juga,
sampai bulan April ini saja sudah ada 37 kasus kekerasan,” bebernya.
Menurutnya, meskipun upaya pelaporan sekaligus permohonan bantuan dari korban
kekerasan khususnya di Wonosobo melalui UPIPA ini mulai membaik alias terbuka, akan tetapi
beberapa kendala tetap ia bersama tim temui ketika follow up ke lapangan.
Yayuk menganggap, kekerasan seksual yang dilaporkan ini masih seperti fenomena
gunung es, “Mengapa demikian? Karena dibawah puncak masih sangat banyak kasus-kasus
yang belum kita ketahui. Kebanyakan mereka bingung bagaimana cara melapor dan meminta
bantuan,” terangnya.
Untuk itu, ia bersama tim salah satunya membuat program pendampingan melalui Basis
Komunitas (Baskom) yang ada di masing-masing desa sebagai kepanjangan tangan jangkauan
sosialisasi UPIPA. Selain itu, beberapa devisi dalam organisasi masyarakat juga turut dibentuk
sebagai bagian dari konseling tingkat bawah. “Misal di Fatayat ada juga divisi yang mengurusi
terkait hal itu, Aisiyah juga ada. 200 lebih desa yang ada Baskomnya dan aktif hanya
sepersekian persen,” katanya.
Ia menghimbau, kepada masyarakat yang di sekitar tempat tinggal atau lingkunganya
menemui kasus kekerasan serupa dapat segera melaporkan dan meminta bantuan pada UPIPA.
“Intinya jangan takut. Pembinaan, pendampingan, dan pemenuhan hak korban, kerahasiaan dan
keamanan data korban juga turut masuk dalam SOP pelayanan kami,” pungkasnya. (ULFIYATUN NADHIFAH)