PURBALINGGA, mercusuar.co – Perang Diponegoro atau disebut Perang Jawa 1825-1830 berakhir setelah Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830 di Magelang. Namun penangkapan yang berlanjut dengan pengasingan Pangeran Diponegoro ke Makassar tidak membuat Suradipa surut dari perjuangan melawan kompeni Belanda.
Suradipa terus melancarkan serangan di wilayah Banyumas, menyerang dan membunuh siapapun yang dianggap musuh dalam perjuangannya membebaskan tanah air dari penindasan penjajah dan kaki tangannya.
Namun sejarah tidak menulisnya sebagai pejuang, bahkan dirinya yang berganti nama Sampar Angin dianggap sebagai begal, kecu, perampok, penjahat oleh pemerintah kolonial dan orang-orang yang tunduk pada kekuasaan saat itu. Perjuangan Suradipa dianggap sebagai kejahatan.
Sebagaimana anggapan Socadipa, kawan seperjuangan dan seperguruan justru berseberangan dengan Suradipa. Perseteruan keduanya menjadi titik akhir perjuangan Suradipa sebagai prajurit Diponegoro yang tetap tegak berdiri melawan penindasan. Suradipa gugur setelah bertarung dengan Socadipa.
Dalam perjuangan meneruskan perang Diponegoro, Suradipa tidak sendirian, masih ada Kemuning, seorang seniman Lengger yang setia menemani, walau banyak yang menentang dirinya. Dengan cinta yang tulus kepada Suradipa, Kemuning membela dengan sekuat hati saat Suradipa terancam keselamatannya.
“Kematianku sebagai bukti cintaku pada tanah air dan kepadamu tidak membuatku takut mati,” ucap Suradipa.
Menurut cerita masyarakat Banyumas, Suradipa atau Sampar Angin dimakamkan di Desa Teluk, Purwokerto Selatan. kabupaten Banyumas.
Peristiwa tersebut merupakan alur cerita dari pentas Selakon Teater dari Lembah Serayu yang berjudul Palaran Usai Perang. Naskah ditulis oleh budayawan Jarot C. Setyoko, Sutradara Damar Nurani.
Pentas teater dengan durasi 45 menit tersebut menampilkan Karyo Gunawan sebagai Suradipa, Arda Rahayu sebagai Socadipa, Apit Afifah sebagai Kemuning, dan Rokhmat Nur Hidayat sebagai Singadipa. Pendukung lakon Agung Jemblung, Atenk, Didit Chow, Eko Pramono, Ari Susyani, Yaskia, Uswatun, Ridho, dan Oka.
Adapun Penata Gerak : Ari Susyani, Yaskia, Uswatun, Apit Afifah. Penata Musik : Eko Pramono, Ridho, Oka. Penata Cahaya : Safwan Falah, Jasuke. Penata Setting : Atenk, Dwi, Purnomo.
Jarot C. Setyoko mengatakan, pementasan yang berlangsung di Gedung Soetedja, Purwokerto, Rabu (7/8/2024) malam merupakan acara puncak dari kegiatan Banyumas Aesthetic Soetedja 2024.
Pada acara sebelumnya digelar lomba baca puisi, lomba geguritan, monolog, ngudarasa (stand up comedy Banyumasan), film pendek fiksi dan dokumenter, serta fotografi,” ungkap Jarot C Setyoko.(Angga)