Festival Sindoro Sumbing, Memadukan Wayang kulit Kedu Gagrak Temanggungan dan Gagrak Wanasaban

28j Sindoro sumbing
Mercusuar/Tangkapan layar YouTube TemanggungTV - Pagelaran Festival Sindoro Sumbing.

MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Festival Sindoro Sumbing merupakan suatu perhelatan acara dari agenda nasional dalam plaform Indonesiana dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Festival Sindoro Sumbing adalah suatu acara kolaborasi antara pemerintah Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo, komunitas, akomodasi dan swasta dengan mengangkat kearifan lokal dengan konsep seni pertunjukkan.

Festival Sindoro Sumbing yang dimulai dari tahun 2019 lalu kembali digelar tahun ini dengan tema ‘Lestari dan Maju’.

Rabu malam 27 Oktober 2021, Festival Sindoro Sumbing melaksanakan Pagelaran Wayang Kulit Sang Dewi Sri yang dilaksanakan di Gedung Sasana Adipura Wonosobo.

Pagelaran yang disiarkan secara virtual tersebut memadukan wayang kulit Kedu Gagrak Temanggungan dengan dalang Gunawan Purwoko dan Gagrak Wanasaban dengan dalang Agus Suprastya.

Pagelaran Wayang Kulit yang dibuka dengan tari Kuda Rinengga khas Temanggung dan tari Lengger Topeng Sontoloyo khas Wonosobo tersebut mengisahkan Dewi Sri, Sang Dewi Kesuburan.

Dalam wayang kulit gaya Kedu, Dewi Sri diceritakan diusir dari Kerajaan Medang Tamtu karena tidak mau menuruti perintah kakaknya Prabu Sengkan untuk menikahi Prabu Kala Gumarang.

Dewi Sri kemudian pergi dari Medang Tamtu sekaligus mencari adiknya Raden Nurunan yang telah diusir terlebih dahulu Prabu Sengkan.

Kepergian Dewi Sri membuat Kerajaan Medang Tamtu dilanda paceklik, sawah dan kebun menjadi kering dan mengalami gagal panen.

Adik-adik Prabu Sengkan lainnya, Gadhing Winukir, Kayu Mas dan Andong Puring menanyakan keberadaan Dewi Sri dan Raden Nurunan.

Prabu Kala Gumarang yang berkuasa di Kerajaan Anjang Gribig sedang kasmaran dengan Dewi Sri, ia ingin sekali meminang Dewi Sri untuk menjadi istrinya.

Kala Gumarang ditemani patihnya pergi ke Medang Tamtu untuk mempersunting Dewi Sri. Namun saat mengetahui Dewi Sri telah pergi, ia pun segera mencarinya dibantu dengan Gadhing Winukir, Kayu Mas dan Andong Puring.

Di suatu tempat, seorang ibu yang khawatir akan paceklik yang melanda Medang Tamtu meminta anak-anaknya yaitu Sapi Gedheg dan Kebo Geleg untuk mencari Dewi Sri dan Raden Nurunan.

Sementara itu, di suatu area pesawahan seorang anak sedang bertani sembari ditemani ibunya yang membawakan makan siang.

Saat akan memakan bekal dari ibunya, petani tersebut melihat seekor burung pipit yang terlihat kelaparan. Ia pun merelakan burung pipit tersebut untuk memakan makan siangnya.

Tidak dikira ternyata burung pipit itu berubah menjadi Dewi Sri.

Sebagai rasa terimakasih, Dewi Sri mengangkat petani itu menjadi anaknya dan memberikan syarat sesajen agar daerah tersebut senantiasa dilimpahkan kesuburan.

Dewi Sri pun meninggalkan tempat tersebut karena masih ingin mencari Raden Nurunan.

Di suatu tempat bernama Alas Pegawaran, Dewi Sri akhirnya bisa bertemu Raden Nurunan yang ditemani Punakawan.

Bermaksud menjadi Alas Pegawaran sebagai pemukiman, Raden Nurunan menemui Buyut Buwal di Medang Grogol untuk meminta sesaji atas perintah Dewi Sri.

Buyut Buwal yang serakah sanggup memberikan sarana sesaji yang diminta Raden Nurunan namun dengan imbalan.

Raden Nurunan pun memberikan cincin Sasra Dahana sebagai imbalannya.

Namun, karena Buyut Buwal tidak hati-hati, Sasra Dahana yang sakti tejatuh dari tangannya dan membakar seluruh Medang Grogol.

Saat Dewi Sri dan Raden Nurunan mempersiapkan Alas Pagewaran untuk dijadikan tempat bermukim, Bathara Guru muncul di hadapan mereka dan memberikan ganjaran atas kesabaran dan ketekunan mereka dalam menghadapi cobaan.

Raden Nurunan diberi gelar Jaka Amikukuh yang akan berkuasa di Alas Pagewaran yang kemudian menjadi Kerajaan Medang Kamulyan.

Adapun Dewi Sri akan dipersunting Bathara Sri Sadana dan tinggal di Kahyangan Jonggring Saloka.

Setelah Bathara Guru meninggalkan mereka, Prabu Kala Gumarang dan patihnya berhasil menemui Dewi Sri dan Raden Nurunan.

Dibantu dengan Gadhing Winukir, Kayu Mas dan Andong Puring, Kala Gumarang dan Prabu Sengkan bermaksud membawa Dewi Sri dengan paksa.

Akan tetapi usaha tersebut gagal karena Sapi Gedheg dan Kebo Geleg dapat mengalahkan mereka.

Atas kekalahannya, Gadhing Winukir berubah menjadi pohon kelapa gading, Kayu Mas berubah menjadi pohon buah-buahan, Andong Puring berubah menjadi pohon puring.

Kemudian Prabu Sengkan mati dan Kala Gumarang berubah menjadi hama celeng atau babi hutan.

Dewi Sri dan Raden Nurunan yang telah bergelar Jaka Amikukuh memberikan kesejahteraan berupa tanah yang selalu subur pada daerah tersebut yang sekarang menjadi Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Purworejo dan Magelang.

Pos terkait