MERCUSUAR.CO, Magelang – Kota Magelang dengan luas sekitar 18,53 kilometer persegi masih menyimpan persoalan utama berupa sampah.
Produksi sampah di Kota Tidar dinilai masih cukup tinggi, mencapai 60-70 ton per hari, dengan jumlah penduduk yang kurang dari 130.000 jiwa.
Sebagai Duta Bank Sampah Kota Magelang, Niken Ichtiaty Nur Aziz pun mengakui kenyataan itu. Maka, ia menilai perlu ada upaya serius untuk mengurangi produksi sampah.
Upaya reduksi sampah juga membutuhkan strategi komperhensif antara lain pemilahan, pengolahan, dan pengelolaan sampah.
“Seharusnya, sampah yang dibuang ke Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPSA) Kota Magelang itu benar-benar sampah yang memang tidak ada nilainya dan sudah tidak bisa diolah lagi,” ujarnya, kemarin.
“Sehingga, produksi sampah di Kota Magelang bisa tereduksi,” imbuhnya usai menyerahkan hadiah lomba bank sampah se-Kota Magelang di Pendopo Pengabdian.
Dia menuturkan, strategi lain yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kesadaran warga. Pengolaan sampah dengan baik harus menjadi budaya semua kalangan dan usia.
“Harapan kami tentunya tidak hanya warga dewasa yang terlibat dalam pengurangan sampah, tapi mulai anak-anak usia dini sudah dibangun maindset untuk mengelola sampah dengan baik,” kata istri Wali Kota Magelang, dr Muchamad Nur Aziz itu.
Niken yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang ini menegaskan, pengelolaan sampah dengan baik memerlukan perubahan pola pikir masyarakat.
Wilayah kota bukan sekadar terlihat bersih dan rapi, namun masyarakatnya memiliki budaya mengeloal sampah dengan baik.
“Kita harus memulai kegiatan pengurangan sampah dengan aktivitas 3R (reduce-kurangi, reuse–guna ulang, recycle–daur ulang).”
“Lomba bank sampah dengan hadiah ratusan yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) ini layak diapresiasi, karena tujuannya agar pengelolaan sampah menggelora di semua kalangan,” paparnya.
Menurutnya, kemajuan masyarakat modern bisa dimulai dengan pengelolaan sampah, sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Seperti pemanfaatan maggot, yang mampu mendegradasi sampah organik.
Kemudian sampah anorganik yang terpilah dapat ditabung melalui bank sampah untuk selanjutnya di-recycle di industri daur-ulang, sehingga mampu menghasilkan nilai lebih.
“Di kota-kota maju dunia, contoh saja di Tokyo Jepang, kita akan menemukan bagaimana seluruh masyarakat mengurus sampahnya.”
“Sampah bukan saja jadi urusan pemerintah, tapi warganya juga sudah memiliki budaya bagaimana menanganinya. Hal seperti inilah yang saya harapkan bisa diadopsi masyarakat Kota Magelang,” tandasnya.