MERCUSUAR.CO, Magelang – Pada Minggu (19/5/2024) sore, sebanyak 42 biksu yang menjalankan ritual thudong tiba di Kelenteng Liong Hok Bio, Kota Magelang. Mereka akan bermalam sebelum melanjutkan perjalanan ke Candi Borobudur pada hari berikutnya. Rombongan biksu tiba sekitar pukul 14.00 WIB, satu jam lebih cepat dari yang diperkirakan, setelah memulai perjalanan dari Temanggung sembilan jam sebelumnya.
Para biksu disambut dengan guyuran air dan bunga tujuh rupa sebagai bentuk penghormatan. Perjalanan mereka menempuh jarak sekitar 60 km di bawah terik matahari. Bhante Kamsai Sumano Mahathera, pemimpin rombongan, menjelaskan bahwa mereka singgah di berbagai tempat sepanjang jalur Temanggung-Magelang, termasuk vihara, sekolah, dan masjid, dengan istirahat setiap 7 km.
Di salah satu masjid, para biksu disambut oleh masyarakat dan ustaz setempat, yang menyediakan tempat istirahat di serambi masjid. “Setelah minum, kami berdoa sesuai agama Buddha, dan pak ustaz juga berdoa bersama kami. Kami merasa seperti keluarga,” kata Bhante Sumano setelah acara penyambutan di Kelenteng Liong Hok Bio. Sepanjang perjalanan, masyarakat menyambut dengan senyum dan semangat, bahkan memberikan sandal kepada biksu yang berjalan tanpa alas kaki.
Bhante Sumano menyatakan, beberapa biksu memilih berjalan tanpa alas kaki sebagai bagian dari keyakinan spiritual mereka, tetapi mereka menerima pemberian sandal sebagai bentuk penghormatan. Warga juga menebarkan bunga di jalan untuk mengurangi panas yang dirasakan biksu. Sebagai balasan, beberapa biksu membagikan camilan kepada warga.
Meski sambutan tahun ini dianggap tidak seramai tahun lalu, antusiasme masyarakat tetap tinggi. “Kami mendapat banyak perhatian sepanjang 60 km perjalanan dan tidak menemui kesulitan berarti. Mungkin hanya luka di kaki, tapi itu demi kebahagiaan,” tambah Bhante Sumano.
Rombongan biksu thudong yang berasal dari Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia dijadwalkan tiba di Candi Borobudur pada Senin (20/5/2024) siang. Ketua Yayasan Tri Bakti, Paul Chandra Wesi Aji, menyatakan bahwa para biksu akan membacakan doa parita di kelenteng pada pagi harinya, dengan harapan agar semesta menjadi lebih baik.