Warga Dusun Pagerotan Lestarikan Tradisi Sadranan Tenongan sebagai Wujud Syukur

IMG 7919
Screenshot

Mercusuar.co, WONOSOBO – Warga Dusun Pagerotan, Desa Pagerejo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, terus melestarikan tradisi sadranan atau tenongan. Tradisi ini digelar setiap 70 hari, tepatnya pada hari Jumat Kliwon, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan wujud syukur atas limpahan rezeki yang diberikan Tuhan.

Warga Pagerotan berkumpul di kompleks makam leluhur, makam Sikramat, untuk melaksanakan ritual sadranan. Di tengah kompleks makam tersebut, terdapat bangunan cungkup yang menaungi makam Kiai Sunan Puger, tokoh yang diyakini sebagai bangsawan Mataram yang berperan membuka permukiman di Pagerotan.

Bacaan Lainnya

Tradisi sadranan kali ini bertepatan dengan acara merdi Dusun Pagerotan, sehingga rangkaian kegiatan diisi dengan prosesi khusus. Setiap kepala keluarga membawa tenong, wadah berisi makanan, dan setidaknya 300 tenong diletakkan di pelataran makam. Dari tradisi membawa tenong inilah muncul sebutan “tenongan”.

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Kepala Desa Pagerejo, diikuti doa bersama, dan diakhiri dengan makan bersama.

Pegiat sejarah Desa Pagerejo, Samsul Mudasim, menjelaskan bahwa tenong berisi makanan khas, seperti nasi golong, udang, serundeng, dan sayuran.

“Makanan-makanan ini bukan sekadar hidangan; setiap jenisnya memiliki makna tersendiri,” ujar Samsul.

Nasi golong, melambangkan persatuan dan kesatuan, mencerminkan semangat kebersamaan masyarakat dalam menghadapi masa sulit. Udang menjadi simbol keberanian, agar seseorang tidak mudah mundur setelah mengambil keputusan.

Serundeng dari kelapa mencerminkan manfaat yang diberikan, seperti kelapa yang berguna dari akar hingga buah. Sayuran, yang berasal dari hasil bumi setempat, menggambarkan rasa syukur atas berkah alam.

Tradisi sadranan ini juga bertujuan memperkuat gotong-royong dan mempererat hubungan sosial antarwarga. Kegiatan ini dilaksanakan di kompleks makam Sikramat, di mana terdapat makam yang dihormati sebagai tempat peristirahatan leluhur, yakni Mbah Sunan Puger, yang juga dikenal dengan nama Pangeran Sundoro.

Mbah Sunan Puger dipercaya sebagai sosok penting yang berjasa dalam perjuangan melawan penjajah dan penyebaran Islam di Pagerotan.

“Beliau juga meninggalkan warisan seni dan budaya, seperti kuda lumping, wayang, tari lengger, dan tradisi sadranan,” pungkasnya.(Gen)

Pos terkait