Sejarah Desa Bojong Tegal, Pelarian Pangeran Diponegoro dari Belanda

Sejarah Desa Bojong Tegal, Pelarian Pangeran Diponegoro dari Belanda
Sejarah Desa Bojong Tegal, Pelarian Pangeran Diponegoro dari Belanda

MERCUSUAR.CO, Tegal – Setiap daerah mempunyai sejarah dan latar belakang yang unik, mencerminkan karakter dan ciri khas khusus dari sejarah desa tersebut, sering kali terwujud dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun salah satunya adalah seda Desa Bojong.

Sejarah dan latar belakang sering diwariskan secara turun-temurun melalui tradisi lisan, sulit untuk dipastikan secara fakta, dan sering kali dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral.

Bacaan Lainnya

Asal usul Desa Bojong

Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, ternyata dimulai pada abad ke-18, pada masa Kerajaan Mataran atau lebih tepatnya saat perang Diponegoro melawan Belanda.

Pada saat itu, Pangeran Diponegoro menggunakan taktik gerilya dari markasnya di Gua Selarong, yang kemudian diserbu oleh Belanda. Akibatnya, Pangeran Diponegoro dan pasukannya terpaksa melarikan diri secara berserakan.

Dalam perjalanan pengungsi tersebut, diketahui bahwa daerah yang mereka tuju sebagai tempat persembunyian meliputi sekitar Selarong hingga ke barat Sungai Progo. Pada saat itu, Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya, yang lelah dan terkejar-kejar oleh Belanda, memutuskan untuk berhenti di suatu tempat.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat tersebut kemudian diberi nama Bojong, yang secara harfiah berarti “dikejar-kejar”.

Desa Bojong memiliki akar yang menarik dari kisah Kyai Tirti Kusumo atau Kyai Supingi, seorang tokoh yang memiliki kesaktian dalam berhubungan dengan makhluk halus. Kisah ini melibatkan makhluk halus berwujud Kerbau berwarna kuning yang dikenal sebagai Kebo Kuning.

Cerita ini kemungkinan memiliki kaitan dengan zaman dahulu, terutama dengan kisah seorang tokoh sakti bernama Mahesa Jenar yang memiliki senjata pusaka Nogo Sosro Sabuk Intennya.

Kyai Tirto Kusumo dimakamkan di wilayah Kedung Kinung, di bantaran Sungai Serang, dan tempat tersebut dianggap sebagai tempat tinggal makhluk halus Kebo Kuning, yang konon masih ada di Desa Bojong hingga kini bersama dengan Nogososro Sabuk Inten.

Kyai Tirto Kusumo konon pernah meminta Kebo Kuning untuk membajak Tegal atau sawah yang pada masa itu masih merupakan bagian dari Desa Bojong. Dengan kesaktiannya, permintaan tersebut berhasil dilaksanakan dalam waktu semalam saja.

Diceritakan juga bahwa penampakan Kebo Kuning di Sungai Serang dianggap sebagai pertanda akan terjadinya bencana, khususnya jebolnya tanggul Sungai Serang.

Meskipun beberapa mungkin skeptis, pada tahun 1963, Bpk Darmoi Wiyono, yang menjabat sebagai Kepala Bagian Kamakmuran di Desa Bojong, melihat sendiri Kebo Kuning, dan pada tahun yang sama, tanggul Sungai Serang mengalami kejadian jebol.

Di Desa Bojong, ada pula tokoh lain, yaitu Kyai Fakih Jamal, yang diabadikan sebagai nama bendungan air Pekik Jamal. Kisah ini dimulai pada masa penjajahan Belanda, di mana tokoh ini merintis pembangunan bendungan air di Sungai Serang meskipun belum permanen.

Bangunan ini kemudian dibangun kembali pada masa penjajahan Jepang dengan menggunakan kerja paksa. Kyai Fakih Jamal juga dimakamkan di makam Madanom Gentan.

Pos terkait