Mercusuar, Wonosobo sebentar lagi tepatnya tangggal 24 Juli 2025 akan melaksanakan pesta rakyat pengingatan нari jadi ke-200 kabupaten wonosoво yang mengusung tema “ dwi abad wonosobo kukuh ing tembayatan, unggul ing samukawis, tumuju wonosobo raharja, adil lan Makmur”, yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih ” Kebersamaan dengan didasari kekeluargaan , Menguatkan sinergi, Menambah Prestasi, menuju Wonosobo yang sejahtera, adil, dan makmur.”
Kata yang paling menggetarkan adalah “dua abad” dua ratus tahun, Dua abad bukanlah waktu yang singkat. Seiring berjalannya waktu, Kabupaten Wonosobo telah menorehkan jejak pembangunan yang signifikan, namun juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji kemampuannya dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungannya.memajukan Pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, layanan Kesehatan, ketahanan pangan dan implementasi perda no.5 tahun 2016 tentang kabupaten ramah hak asasi manusia serta program SDGs, bisa jadi Kabupaten Wonosobo merupakan satu -satunya kabupaten yang memiliki perdam HAM dengan segala konsekwensi logisnya. Banyak prestasi yang telah di raih akantetapi ada beberapa hal kunci yang masih menjadi tantangan.
Pendidikan: Asa yang Belum Sepenuhnya Merata
Harapan akan pendidikan yang berkualitas dan merata menjadi salah satu pilar utama pembangunan sumber daya manusia di Wonosobo. Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar yang mencapai 97,91% pada tahun 2023 menunjukkan capaian yang membanggakan dalam menarik anak-anak ke bangku sekolah. Upaya menggratiskan pendidikan dasar dan menengah, serta program “Mayo Sekolah” untuk menjaring Anak Tidak Sekolah (ATS) dan jalur afirmasi bagi siswa rentan, adalah langkah konkret menuju akses yang lebih inklusif. Kurikulum Merdeka Belajar juga memberikan ruang bagi inovasi dan relevansi lokal, seperti pengajaran muatan lokal.
Namun, kenyataan di lapangan masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Ribuan ruang kelas SD dan SMP di Wonosobo dilaporkan rusak parah per Juni 2025, tanpa pos anggaran khusus untuk pemeliharaan rutin. Hal ini memunculkan pertanyaan besar tentang kualitas fasilitas. Kesenjangan akses pendidikan berkualitas, dengan fasilitas baik yang terkonsentrasi di pusat kota, masih menjadi hambatan bagi masyarakat pinggiran. Meskipun ada kebijakan ramah disabilitas, detail implementasi fasilitas pendukung seperti ram dan lift di setiap sekolah belum sepenuhnya terlihat. Ketersediaan guru berkompetensi juga masih menjadi permasalahan dan info yang diterima dari mantan kepala disdikpora tahun 2024 ada kekurangan guru sekitar 1300 orang dan belum terpenuhi karena ada aturan yang membatasi pengangkatan tenaga honorer
Kesehatan: Pelayanan yang Terus Diupayakan di Tengah Keterbatasan
Sektor kesehatan di Wonosobo menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Adanya tiga rumah sakit umum (2 Kelas C, 1 Kelas D) dan 27 Puskesmas dengan 186 Puskesmas Pembantu menandakan jangkauan fasilitas kesehatan yang cukup luas. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Puskesmas yang baik menunjukkan respons positif dari masyarakat terhadap layanan primer. Fokus pada penurunan stunting melalui berbagai program gizi spesifik dan sensitif, serta upaya penanganan penyakit menular seperti TBC, juga menjadi catatan positif. Kebijakan Perda Wonosobo Ramah HAM menjadi payung bagi pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.
Akan tetapi, beberapa tantangan tetap membayangi. Wonosobo masih kekurangan dokter, bahkan ada puskesmas yang tidak memiliki dokter yang dapat memengaruhi kualitas pelayanan rujukan. Meskipun upaya imunisasi terus berjalan, cakupan Universal Child Immunization (UCI) belum mencapai 100%, menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah dalam perlindungan kesehatan anak. Detail program dan kebijakan spesifik untuk kesehatan seksual dan reproduksi, serta informasi yang aksesibel bagi seluruh kelompok rentan/minoritas, masih belum banyak terekspos.
Pekerjaan: Tantangan Perlindungan dan Harapan Pemberdayaan Migran
Di sektor pekerjaan, Wonosobo berhadapan dengan kompleksitas hak-hak pekerja, terutama di sektor informal dan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Meskipun data spesifik mengenai pelanggaran upah, jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja tidak tersedia secara publik, isu-isu ini cenderung menjadi perhatian nasional. Hak-hak dasar seperti cuti melahirkan dan menyusui secara hukum telah diatur, namun pengawasan di lapangan memerlukan perhatian lebih.
Sisi positifnya, Pemerintah Kabupaten Wonosobo aktif dalam pemberdayaan eks PMI. Program-program pelatihan kewirausahaan dan fasilitasi usaha bagi PMI purna telah digulirkan, dengan dukungan bagi organisasi seperti Komunitas Keluarga Migran (K2M) Wonosobo. Ini adalah langkah krusial untuk memperkuat ekonomi lokal dan memberikan alternatif mata pencarian bagi purna migran. Namun, keberadaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang mengintai PMI asal Wonosobo tetap menjadi ancaman serius yang membutuhkan penanganan lebih lanjut dan data yang transparan.
Pangan: Jaminan Akses dan Tantangan Pemenuhan Gizi
Ketersediaan pangan di Wonosobo didukung oleh potensi pertaniannya. Komitmen pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan terlihat dari fokus pada penurunan stunting melalui edukasi gizi dan program intervensi. Pembangunan infrastruktur, termasuk rehabilitasi jalan dan jembatan, secara langsung berkontribusi pada kelancaran distribusi dan akses pangan ke seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Pemerintah daerah juga memiliki mekanisme tanggap darurat untuk penyediaan pangan saat bencana, integrasi programlain adalah kewajiban pemerindah desa untuk mengalokasikan anggaran ketahanan pangan.
Meskipun demikian, informasi detail mengenai akses pangan yang benar-benar terjangkau dan tanpa diskriminasi bagi setiap individu dan keluarga, serta kecukupan penyuluh pertanian, masih memerlukan kajian lebih lanjut. Memastikan bahwa setiap masyarakat mendapatkan pangan yang tidak hanya cukup, tetapi juga cukup nutrisi dan bergizi, adalah tantangan berkelanjutan di tengah dinamika ekonomi dan sosial.
Lingkungan Hidup: Menjaga Keseimbangan di Tanah Asri
Wonosobo dikenal dengan keindahan alamnya yang asri, terletak di dataran tinggi dengan potensi pertanian dan pariwisata yang besar. Hal ini menuntut tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pemerintah daerah tentu memiliki regulasi terkait RT-RW , RDTR aturan dan sanksi pelanggaran pemanfaatan ruang, pengelolaan sampah, konservasi lahan, dan pencegahan pencemaran.
Program-program penghijauan, pengelolaan limbah, serta mitigasi bencana hidrometeorologi (banjir, longsor) menjadi indikator komitmen terhadap lingkungan. Namun, laju pembangunan dan aktivitas manusia selalu membawa tantangan bagi lingkungan.
Peningkatan jumlah penduduk, berkembangnya sektor pariwisata yang banyak investor membangun akomodasi wisata pada lahan tebing dengan kemiringan ekstrim dengan perijinan yang entah bagaimana, selain itu intensifikasi pertanian monokultur berpotensi menimbulkan masalah degradasi lingkungan, erosi tanah,ancaman sarana vital nasional waduk mrica. Penggunaan pestisida dan racun yang berlebih, Tantangan pengelolaan limbah domestik dan industri, serta pelestarian sumber daya air, perlu mendapat perhatian berkelanjutan. Partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, seperti melalui bank sampah atau gerakan bersih desa, menjadi kunci.
Keberhasilan dalam memadukan pembangunan ekonomi dengan prinsip keberlanjutan lingkungan akan menjadi tolok ukur penting bagi Wonosobo di masa depan.kata kuncinya adalah keberlanjutan yang arti sederhananya adalah, hari ini masih ada, kelak anak cucu kit atua juga masih ada, seperti mata air misalnya atau lahan pertanian yang masih bisa di tanami untuk produksi pangan.
Dua Abad ke Depan: Harmonisasi Harapan dan Kenyataan
Refleksi dua abad Wonosobo menunjukkan adanya fondasi yang kuat dalam pembangunan dan komitmen terhadap pemenuhan hak dasar masyarakat, serta kesadaran akan pentingnya lingkungan.
Harapan untuk Wonosobo yang lebih maju, sejahtera, dan adil serta lestari terus membara. Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa perjalanan masih panjang. Kesenjangan fasilitas, keterbatasan sumber daya manusia, tantangan perlindungan hak-hak spesifik, dan kompleksitas isu lingkungan memerlukan perhatian serius dan kolaborasi multisektoral.
Harmonisasi antara harapan dan kenyataan dapat terwujud jika Wonosobo terus berinovasi, memperkuat transparansi data, meningkatkan pengawasan, dan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam setiap langkah pembangunan yang berkelanjutan. Dengan begitu, cita-cita Wonosobo yang sejati, di mana setiap warganya dapat sepenuhnya menikmati hak atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan, pangan, dan hidup di lingkungan yang sehat dan lestari, akan semakin dekat dalam abad-abad berikutnya.
Rekomendasi dari Perspektif Warga Desa
Sebagai bagian dari Wonosobo, suara warga desa adalah cerminan langsung dari harapan dan tantangan sehari-hari. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, beberapa rekomendasi yang sering kali muncul dari akar rumput adalah:
1. Untuk Pendidikan, Perbaiki yang Rusak, Bukan Hanya Bangun Baru:
o Fokus utama harus pada perbaikan dan rehabilitasi ribuan ruang kelas yang rusak di SD dan SMP. Anggaran khusus untuk pemeliharaan rutin sangat mendesak, banyak bangunan lama yang kondisinya cukup membahayakan peserta didik. Jangan hanya fokus pada pembangunan gedung baru, tapi pastikan yang sudah ada layak dan aman untuk belajar.
o Pemerintah desa dan dinas terkait perlu duduk bersama untuk mencari solusi kreatif dalam mengatasi kekurangan guru berkompetensi, terutama di desa-desa. Mungkin dengan insentif khusus atau program pengabdian dan pengangkatan PPPK lebih banyak lagi
o Fasilitas ramah disabilitas harus benar-benar hadir dan berfungsi di setiap sekolah, bukan hanya di atas kertas. Libatkan penyandang disabilitas dalam perencanaannya.
2. Untuk Kesehatan, Dokter Spesialis Itu Penting, Jangan Jauh-Jauh:
o Pemerintah daerah perlu menarik lebih banyak dokter spesialis ke Wonosobo, mungkin dengan memberikan insentif atau kemudahan tempat tinggal. Warga desa sering kesulitan jika harus dirujuk ke luar kota hanya untuk bertemu dokter spesialis. o Edukasi kesehatan harus lebih membumi dan mudah dipahami, bukan hanya teori. Libatkan tokoh masyarakat atau kader kesehatan lokal yang dipercaya warga.
o Pastikan obat-obatan, terutama yang generik, selalu tersedia di Puskesmas dan fasilitas kesehatan desa, agar warga tidak perlu mencari ke kota.
3. Untuk Pekerjaan, Dampingi Eks-PMI Sampai Mandiri dan Berantas Penipu PMI:
o Program pelatihan kewirausahaan bagi eks-PMI harus dilengkapi dengan pendampingan berkelanjutan hingga usaha benar-benar stabil, tidak hanya selesai pelatihan. Berikan akses modal yang mudah dan ringan.
o Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih tegas dan transparan dalam memberantas kasus TPPO. Warga desa perlu informasi yang jelas tentang cara melapor dan perlindungan hukum bagi korban.
o Perlindungan bagi pekerja informal harus lebih serius. Mungkin dengan program jaminan sosial yang lebih terjangkau dan sosialisasi hak-hak dasar mereka.
4. Untuk Pangan, Pastikan Petani Sejahtera dan Distribusi Lancar Sampai Pelosok:
o Dinas terkait perlu memastikan harga pupuk dan bibit terjangkau bagi petani, serta harga jual hasil panen mereka adil. Kesejahteraan petani adalah kunci ketahanan pangan, hal ini bisa disambungkan dengan koperasi desa merah putih yang betul-betul didampingi untuk membantu petani dalam penyediaan saprodi maupun menampung hasil panen petani.
o Perbaikan infrastruktur jalan desa harus terus diprioritaskan agar hasil pertanian mudah diangkut dan bahan pangan dari kota mudah masuk, sehingga harga tetap stabil.infrastruktur merata sampai desa
o Program edukasi gizi harus menyentuh kebiasaan makan keluarga sehari-hari, bukan hanya fokus pada stunting. Dorong pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayur dan buah.
5. Untuk Lingkungan, Ayo Jaga Bersama, Mulai dari Desa:
o Fasilitasi program pengelolaan sampah berbasis desa, seperti bank sampah atau teknologi bakar sampah sampai habis yang minim timbulan asap. Jangan hanya bergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah krodit.
o Libatkan warga dalam program penghijauan dan konservasi mata air, karena lingkungan yang sehat adalah aset bersama. Berikan bibit pohon dan pendampingan.selamatkan mata air yangterus berkurang, dukung kongres mata air yang setiap tahun dilaksanakan di desa igirmranak , https://sgp-indonesia.org/en/kongres-mata-air-ke-9-ajak-multistakeholder-entaskan-krisis-air/
o Pemerintah desa perlu lebih proaktif dalam membuat peraturan desa tentang kebersihan lingkungan dan sanksi bagi pelanggar, tapi juga dengan sosialisasi yang massif, buat program unggulan semisal sampah habis di desa, selamatkan mata air, atau program lain