Penggunaan Dana Desa untuk Bimtek Reje di Aceh Tengah Diduga Dikuasai Pihak Ketiga

ilustrasi Penggunaan Dana Desa untuk Bimtek Reje di Aceh Tengah
ilustrasi Penggunaan Dana Desa untuk Bimtek Reje di Aceh Tengah

MERCUSUAR.CO, Aceh Tengah – Polemik mengenai penggunaan dana desa kembali mencuat di Aceh Tengah. Kali ini, isu yang mengemuka adalah penggunaan anggaran desa untuk kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) para kepala desa (reje) ke Bali, yang dilaporkan dikuasai oleh pihak ketiga dari luar Aceh.

Informasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pemerhati transparansi anggaran desa. Sebelumnya, kegiatan serupa juga dilaksanakan di Kecamatan Kute Panang, diinisiasi oleh Ketua Forum Reje, Camat, dan pihak ketiga.

Bacaan Lainnya

“Saya juga ikut, diminta oleh forum Reje dan saya sudah minta izin kepada pimpinan,” ujar Camat Kute Panang, Alwin Sahri.

Pada Jumat (17/5/2024), para reje dari Kecamatan Pegasing juga berangkat ke Bali, kembali difasilitasi oleh pihak ketiga yang sama. Setiap desa di Kecamatan Pegasing harus mengeluarkan anggaran desa sebesar Rp 30 juta dari program ketahanan pangan untuk membiayai dua orang per desa, yaitu Reje dan RGM. “Kami ambil dari program ketahanan pangan Rp 30 juta yang berangkat ada dua orang dari setiap desa yaitu RGM dan Reje,” kata Abdulrahman, Ketua Forum Reje Kecamatan Pegasing.

Meski dana desa tahap dua belum dicairkan, para reje menggunakan dana talangan sementara. “Anggaran dari setiap desa kami kumpulkan kepada Kasi Pem di Kecamatan lalu diserahkan kepada pihak ketiga,” jelas Abdulrahman.

TribunGayo.com berhasil mengidentifikasi kontak dan alamat perusahaan pihak ketiga yang memfasilitasi keberangkatan para reje ke Bali. Namun, ketika dikonfirmasi, pihak ketiga menolak memberikan keterangan. “Maaf, saya sedang sibuk. Tanya sama Camat dan Ketua Forum Reje, semua mereka yang atur,” ujar perwakilan pihak ketiga yang beralamat di Medan Baru Residence Nomor 5, Jalan Sei Silau, Medan.

Kegiatan Bimtek yang bertujuan meningkatkan kapasitas dan pengetahuan para kepala desa diduga tidak dilaksanakan sesuai rencana. Dana yang seharusnya digunakan untuk pelatihan dan peningkatan kapasitas malah diambil alih oleh pihak ketiga yang tidak terkait langsung dengan tujuan kegiatan tersebut.

Seorang pemerhati kebijakan desa menyatakan bahwa keterlibatan pihak ketiga ini menyebabkan ketidaktransparanan anggaran dan penggunaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. “Seharusnya dana desa digunakan untuk meningkatkan kualitas aparatur desa dan pembangunan desa, bukan untuk keuntungan pihak tertentu,” ujarnya.

Masyarakat Aceh Tengah mulai mempertanyakan integritas pengelola dana desa. Beberapa di antaranya menuntut audit dan pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak berwenang untuk memastikan dana desa digunakan secara tepat dan sesuai aturan.

“Desa masih sangat membutuhkan perhatian dari segi pembangunan yang berpihak kepada masyarakat. Kami tidak setuju kegiatan ini karena tidak ada hasil apapun dan hanya menghambur-hamburkan uang. Kami mohon kebijakan ini direvisi kembali,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.

Masalah ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa, agar tujuan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat benar-benar tercapai.

 

 

Pos terkait