Janji Pengobatan Gratis Pemkab Rembang Dipertanyakan

pemkab rembang ingkari janji pengobatan grati

Dalam Forum Evaluasi Ekonomi dan Pemerintahan Kabupaten Rembang, warga mengungkapkan keraguan terhadap klaim Bupati Hafidz mengenai layanan kesehatan gratis, menunjukkan bahwa kenyataan di lapangan tidak sejalan.

REMBANG, MERCUSUAR.CO – Rembang, 24 Oktober 2024 – Bupati Rembang, Abdul Hafidz, mendapat sorotan tajam dari warga saat Forum Evaluasi Ekonomi dan Pemerintahan berlangsung, di mana klaim kebijakan yang disampaikan mendapat tantangan. Forum ini, merupakan bagian dari rangkaian acara di berbagai kecamatan, dihadiri oleh ratusan peserta, termasuk kepala desa dan tokoh masyarakat yang ingin mengungkapkan aspirasi mereka langsung kepada pemerintah.

Bacaan Lainnya

Acara dibuka secara formal, namun suasana mulai memanas ketika sesi tanya jawab dimulai. Supar, salah satu warga, mengangkat isu mengenai layanan kesehatan gratis yang disebutkan oleh Bupati Hafidz dapat diakses tanpa menggunakan BPJS. Ia mengungkapkan, “Tadi bapak bupati bilang bahwa di rumah sakit kalau priksa tidak punya BPJS itu cukup di rekomendasi bapak bupati gratis nggeh, nyuwun sewu matur nuwun pak. Tapi kenyataannya itu bukan gratis. Yang diberi rekomendasi oleh bapak bupati itu bayar 50% tidak gratis sama sekali.”

Supar menekankan bahwa ia berbicara berdasarkan pengalaman pribadinya, bukan hanya data. Kritikan ini membuat suasana forum menjadi tegang, karena Supar secara langsung menantang pernyataan Bupati dengan fakta dari pengalaman hidupnya.

Bupati Hafidz berusaha merespons dengan menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah dilaksanakan dan banyak warga yang merasakan manfaatnya. Ia mengatakan, “Ribuan orang gratis tidak ada yang protes kecuali jenengan,” merujuk pada keluhan Supar, dan menambahkan kemungkinan ada masalah khusus terkait obat yang tidak ditanggung BPJS.

Di samping masalah kesehatan, Supar juga mengangkat isu nelayan lanjut usia yang tidak tercover oleh BPJS. Ia menekankan perlunya dukungan sosial bagi nelayan berusia di atas 60 tahun, yang dianggap sebagai pahlawan. “Permintaan saya cuma satu, bahwa nelayan yang berusia 60 tahun ke atas… tolong di realisasikan untuk nelayan bagi yang usia 60 meninggal dunia entah nanti perbuatannya bagaimana itu terserah pak bupati,” ungkap Supar, menekankan perjuangannya yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Menanggapi isu ini, Bupati Hafidz menjelaskan bahwa program bantuan untuk nelayan sedang dalam proses realisasi, meskipun beberapa masih tertunda. “Hibah hibah sudah ada yang terealisasi ada yang belum, bukan tidak ada,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa terdapat aturan yang mengatur usia dalam UU no 7 tahun 2016 yang membatasi cakupan bantuan. “Yang berkaitan dengan nelayan yang berusia 60 tahun itu ada aturan mainnya dan ada bantuan sosialisasi berkaitan dengan asuransi nelayan,” jelas Hafidz, sambil menekankan bahwa mereka diharapkan lebih mandiri.

Hafidz juga menjelaskan bahwa pemerintah telah mengasuransikan 23 nelayan dalam dua tahun terakhir, dengan manfaat asuransi termasuk kompensasi hingga 120 juta untuk kecelakaan laut. Namun, banyak peserta forum merasakan bahwa jawaban tersebut masih kurang memadai, karena tidak sepenuhnya mengatasi persoalan yang dihadapi nelayan tua.

Diskusi ini menggarisbawahi perlunya transparansi dan respons yang lebih konkret dari pemerintah. Banyak peserta merasakan bahwa sekadar retorika tidak cukup dan berharap pemerintah lebih responsif terhadap kebutuhan nyata masyarakat.

Sesi tanya jawab ini juga memperlihatkan beragam pandangan dari peserta lain, yang mengangkat isu sosial dan ekonomi yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Beberapa peserta menyatakan kekhawatiran bahwa kebijakan ekonomi belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan masyarakat bawah.

Rofik, yang memandu diskusi, berusaha menjaga suasana tetap kondusif meskipun ketegangan meningkat saat pertanyaan sulit diajukan kepada Bupati. Ia menekankan pentingnya fokus pada solusi dan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah.

Forum ini ditutup dengan catatan kritis, memberikan pelajaran penting tentang perlunya dialog terbuka dan saling pengertian antara warga dan pemimpin daerah. Peserta berharap pertemuan ini akan mendorong perubahan nyata dalam pendekatan pemerintah terhadap isu sosial dan ekonomi.

Kejadian ini juga mengingatkan semua pihak bahwa data statistik, meskipun sangat penting, harus disertai pemahaman mendalam tentang situasi di lapangan untuk kebijakan yang efektif.

Bagi Bupati Hafidz, ini merupakan kesempatan untuk merefleksikan cara komunikasinya dan memperbaiki interaksinya dengan masyarakat. Warga Rembang menantikan langkah konkret dari pemerintah daerah untuk menangani masalah yang diangkat dalam forum ini.

Di masa depan, diharapkan ada peningkatan dalam analisis dan penyajian data, sehingga kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan realitas dan kebutuhan masyarakat. Forum ini menekankan pentingnya keterbukaan dan keakuratan dalam penggunaan data statistik dalam pemerintahan.

Dengan demikian, meskipun forum ini berakhir dengan nada kritis, ia berhasil menyoroti isu-isu penting yang harus dihadapi demi kesejahteraan masyarakat. Acara ini akan dilanjutkan dengan format maraton di kecamatan lain, memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakat untuk terlibat dan menyuarakan aspirasi mereka.

Di luar forum ini, terdapat konteks menarik yang belum diketahui para peserta: Pemkab Rembang berpotensi berutang kepada BPJS sebesar 6,2 miliar, yang diperkirakan tidak akan terbayar hingga akhir tahun 2024. Sayangnya, hal ini tidak terungkap dalam forum tersebut, dan mungkin akan memicu diskusi lebih lanjut di forum ekonomi di kecamatan lain. [dm]

Pos terkait