MERCUSUAR.CO, – Sejatinya warisan masa depan tak hanya berwujud dan bernilai materi saja. Namun, warisan yang dirintis untuk menjaga kestabilan alam juga perlu dicanangkan. Seperti halnya, Mbah Pongang yang mendorong warganya untuk menanam pohon bambu, aren, dan beringin. Tujuannya, agar mata air dan keberlangsungan alam terjaga demi anak cucunya.
Fathul Jamil.
Matahari mulai memunculkan cahaya keindahannya. Mendorong Sanuri Warga Pungangan, Kecamatan Mojotengah untuk keluar menjemput matahari lalu berjemur di depan rumahnya. Sesekali, pria yang sudah berumur 105 tahun itu membolak-balikkan tubuhnya, agar merata tersinari matahari.
Sesaat matanya menatap pohon beringin yang ada diatas rumahnya. Pohon beringin yang ditanam, di pemakaman kampungnya itu, kata Sanuri penuh dengan kenangan. Kenangan itu mengingatkannya, akan tragedi 1924 silam. “Dulu pohon beringin itu ditanam oleh warga sini mas. Kami menanam bersama-sama dengan mbah Pongang. Karena, kami dikasih tahu kalau pohon beringin ini penjaga desa kami mas,” ucapnya sembari menunjuk pohon beringin diatas rumahnya.
Sembari menundukkan kepalanya, lalu mengusap keringat di kepalanya, Sanuri mengenang jika kala itu sekitar tahun 1924 terjadi bencana alam yang sangat hebat. Guncangan alam itu, menyebabkan sebagain tanah terbongkah, lalu rumah – rumah warga roboh. Tak hanya satu kali guncangan terjadi, kadang guncangan alam susulan juga terjadi kembali. “Kalau teringat saat ini rasanya ingin nangis, karena saat ini saya masih kecil sekali, gunjangan gempa sangat lama, jadi menyebabkan bencana alam,” tuturnya dengan lirih.
Meski bicaranya tertatih-tatih dan sudah tidak begitu jelas. Namun, ingatannya masih sangat kuat. Sanuri juga menceritakan, bencana alam itu terjadi hanya di wilayah eger atau lereng di wilayah Bismo yakni Watumalang dan Mojotengah bagian barat. “Nggeh teng wilayah mriki mawon, mulakno onten desa dinamai Lemiring niku mergo miring karena gempa,” tegasnya.
Sanuri juga menjelasnya secara gamblang, di wilayah Watumalang, namanya Dusun Kalitelu juga ada tebing yang menutupi desanya. Hingga sebagian warga ada yang terkubur longsoran. Tak hanya itu, di Wonoyoso juga sama, ada yang terkena longsoran. “Onten satu desa, wargane onten sek terkena longsor,” ucapnya sangat lirih.
Gerakan Tanam Pohon
Paska terjadinya bencana alam tersebut, Sanuri mengaku terjadi guncangan batin masyarakat yang sangat besar. Lantaran, terjadi bencana yang belum pernah ada di wilayah tersebut. Namun, guncangan batin dampak bencana alam itu mulai lambat laun luntur. Hingga akhirnya, ada gerakan yang dicanangkan Raden Pongang, yakni menanam tebing – tebing dengan pohon aren, bambu dan beringin. “Dulu disuruh tanam pohon aren dan bambu.” Ucapnya.
Awalnya ketika ada ajakan untuk menanam pohon tersebut banyak yang melakukan penolakan. Lantaran, dirasa warga jika pohon beringin dan aren tak ada manfaatnya untuk konsumsi masyarakat. Apalagi tidak ada nilai ekonomi yang bisa didapatkan. “Pada saat itu warga juga ada yang menolak, karena setelah bencana kesulitan makanan dan lain-lain, hanya sebagian warga yang mau menanamnya. Pikirannya pohon beringin dan aren itu mau diambil apanya,” tambahnya.
Namun, berkat kegigihan dan pendekatan Raden Pongang yang bijak, masyarakat mulai ikut serta menanam pohon aren dan beringin. “Katanya mbah Pongang itu, pohon beringin dan aren bisa menjaga desa, jadi kami warga bersama-sama menanamnya,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa tanaman beringin, bambu dan aren ditanam di beberapa tempat. Pembagiannya, untuk lereng-lereng yang ada mata airnya ditanami pohon aren dan pohon bambu. Lalu, di pemakaman ditanami pohon beringin. “Kalau bukan mbah Pongan, banyak warga yang menolak mas. Sebab, mbah Pongang niku dulu termasuk orang sakti,” jelasnya.
Sanuri juga menyadarinya baru saat ini, ternyata dibagian lereng yang bawahnya ada mata air, kemudian ditanami bambu dan aren, airnya selalu stabil. Bahkan, ketika kemarau terjadi mata airnya tak surut. “Dulu saya tidak tahu fungsinya menanam pohon aren dan bambu ditebing-tebing, tetapi sekarang baru menyadarinya mas. Ternyata bisa menambah air dan menjaga air,” katanya.
Pohon Penjaga Desa
Rasanya tak percaya, ada sebuah pohon yang mampu menjaga desa. Namun, peribahasa menjaga desa itu dilontarkan Raden Pongang untuk meyakinkan warganya. Lantaran, dengan diyakinkan menjaga desa, dorongan masyarakat untuk melestarikan penanaman pohon beringin, aren dan bambu semakin kuat. Toh nyatanya, memang menjaga desa dari kerusakan alam di sekitarnya.
Adalah Raden Pongang yang merupakan salah satu pendiri desa Pungangan, Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo yang memiliki inisiasi untuk menjaga alam dengan cara menanam pohon aren, bambu dan pohon beringin. Penanaman pohon tersebut, kata Mbah Sanuri dapat menjaga desa. “Setelah terjadi bencana alam itu, agar warga selamet bareng-bareng disuruh tanam pohon aren, bambu dan beringin di tebing-tebing. Hal itu dilalukan supaya desa terjaga dari kerusakan alam,”kata Sanuri.
Inisiasi itu mendorong sebagian warga untuk ikut serta menanam pohon penjaga lereng dan mata air tersebut. Lantaran, melalui penalaran dan pendekatan yang bijak, ajakannya dituruti oleh sebagain warga. “Setelah terjadi bencana alam, rumah – rumah pada roboh, tebing – tebing pada terbongkah, kemudian masyarakat mulai nurut dengan ajakan mbah Pongang,” tuturnya.
Menurut Sanuri, dalam mengajak warga Raden Pongang selalu dengan lembah lembut. Bahkan, ketika menatap langsung Mbah Pongang terasa tidak berani. “Sebenarnya beliau orang pinter, karena kalau memandang saja takut,” tuturnya.
Berkat inisiasi Raden Pongang untuk menanami tebing dengan bambu, aren dan beringin, sampai saat ini kondisi tebingnya aman terjaga. Bahkan, ketika ada longsor justru malah sangat aman. “Memang benar menjaga desa, karena di wilayah sini banyak yang bertebing, lalu ditanami aren, sekarang sangat aman, apalagi juga menjaga mata air tetap stabil,” tuturnya.
Memberi Nilai Tambah
Lambat laun, pohon aren dan bambu sudah ditanam sudah mulai besar. Hingga akhirnya, diambil hasilnya oleh warga. Untuk pohon aren, buahnya juga bisa dimanfaatkan untuk manisan, lalu bambu juga bisa digunakan untuk kerajinan olahan tahu dan pengeringan tembakau. “Saat ini manfaatnya sudah sangat banyak, pohon aren bisa diambil airnya untuk gula, buahnya bisa digunakan untuk manisan, dan bambu juga bisa digunakan untuk perajinan,” tuturnya.
Perajin Bambu Wahyono mengaku, sudah sejak kecil turun temurun mengikuti jejak ayahnya untuk mengolah bambu dijadikan kerajinan membuat saringan tahu. “Ini memang sudah turun temurun, karena sejak lama sudah ada tanaman bambu, dan hasilnya sangat bermanfaat untuk menyambung hidup,” terangnya.
Ia tak mengetahui secara pasti, penanam bambu pertama di kampungnya. Namun, dari cerita warga perintis penanaman bambu di kampungnya adalah mbah Pongang.
Pakar Geologi Universitas Indonesia Ahmad Munir membenarkan, jika pada tahun 1924, terjadi tragedi bencana alam yang menghilangkan ribuan nyawa. Tragedi alam itu terjadi di wilayah perbukitan bismo, atau sepanjang jalur pegunungan di wilayah Kecamatan Watumalang dan Mojotengah. Media Belanda kala itu, juga memberitakan jika sungai Preng di wilayah Watumalang mengalirkan aliran lumpur karena banyaknya bencana longsor akibat guncangan bumi yang sangat besar.
Tak ada yang tahu pasti penyebab bencana alam tersebut. Namun, menjadi kenangan yang mendorong tokoh, pegiat desa dan warga untuk peduli kepada alamnya. “Pada saat itu tidak ada yang tahu penyebabnya. Namun, bisa juga karena adanya pergeseran lembeng bumi di Wilayah Gunung Bismo,” tuturnya.