Gurihnya Manggut Lele Mbah Marto, Kuliner Tradisional Khas Mantaraman Jogja

Gurihnya Manggut Lele Mbah Marto, Kuliner Tradisional Khas Mantaraman, Jogja
Gurihnya Manggut Lele Mbah Marto, Kuliner Tradisional Khas Mantaraman, Jogja

MERCUSUAR.CO, Yogyakarta – Memang agak sulit ketika kita ingin mencicipi Warung Makan Mbah Marto, karena lokasinya yang nyempil di tengah perkampungan, apalagi tidak ada papan penunjuk jalan menuju ke sana dari Jalan Parangtritis. Selain pakai Google Maps mau tak mau harus bertanya pada penduduk sekitar.

Kebulan asap sisa pembakaran lele keluar melalui lubang-lubang ventilasi. Seorang perempuan paruh baya sesekali mengaduk isi beberapa panci berukuran jumbo di atas luweng dan memasukkan kayu-kayu di luweng agar api tidak mati. Dinding-dinding batu bata telah menjadi hitam karena jelaga perapian itu.

Bacaan Lainnya

Di depannya, orang-orang telah berjejer menunggu giliran mengambil nasi di bakul besar lalu sibuk memilih sayur dan lauk yang ditempatkan dalam jejeran-jejeran baskom. Ada setidaknya 6 baskom berisi mangut lele, gudeg, krecek, telur dan tahu areh, ayam opor, dan lain-lain di atas dipan bambu yang lebih mirip lincak berukuran agak besar itu.

Begitulah gambaran warung Mbah Marto yang berada ditengah desa yang cukup sulit ditemukan. Meskipun begitu, para penikmat kuliner sejati tentunya tidak terlalu bermasalah dengan mblusuk-nya tempat makan ini demi bisa berburu menu andalan yaitu mangut lele. Kuliner tradisional khas Mataraman (Jogja-Solo) dan Semarang-Kendal ini tentunya akan menghidupkan kembali memori masa kecil akan kampung halamannya.

Gurihnya Manggut Lele Mbah Marto

Mbah Marto
Mbah Marto

Sebenarnya apa sih mangut lele itu? Untuk orang Jawa, pasti sudah tidak asing lagi dengan menu olahan ikan lele yang satu ini. Di warung Mbah Marto, ikan lele diasapi bukan digoreng. Tujuannya agar lele lebih tahan lama dan tidak cepat tengik. Sementara itu, bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai merah, kemiri, dan jahe diulek pada cobek batu. Bumbu yang dihaluskan dengan proses ulek tentunya akan mengeluarkan minyak alami dari bahan-bahan mentah yang akan membuat bumbu lebih beraroma.

Proses selanjutnya adalah menumis bumbu yang telah dihaluskan tadi bersama dengan gula merah, cabai merah besar, daun salam, daun jeruk, serai, serta lengkuas. Bila sudah wangi, santan ditambahkan, berikut lele yang sudah diasap tadi. Dengan terus dipanasi di atas luweng, kuah ditunggu hingga mengental. Proses ini menjamin bumbu dapat benar-benar meresap ke lele. Memang cukup rumit memasak menu mangut lele.

Ketelatenan diperlukan agar mendapatkan hasil cita rasa yang sempurna. Itulah yang ingin ditunjukkan Mbah Marto Ijoyo yang merupakan salah satu kuliner legendaris di Jogja dan sudah ada sejak 1969 atau sekitar 54 tahun lalu. Cita rasa dan kekhasannya sudah terwariskan ke generasi kedua yaitu putra Mbah Marto, Pak Poniman. Meskipun sampai saat ini di usia senja, Mbah Marto juga masih sehat dan terkadang nampak ikut memasak di area dapur tradisionalnya.

Di warung Mbah Marto, pengunjungnya dibolehkan masuk ke dapur untuk mengambil makanan sendiri. Terserah mau mengambil lauk atau sayur yang mana, mau dipadukan beberapa sayur juga boleh, asal nanti ketika membayar disebutkan tambahan lauk yang dipakai.

Aroma mangut lele Mbah Marto begitu khas. Apalagi ketika memakan bagian kulit lele, aroma asap dari proses pengasapan masih tercium. Rasa gurih bumbu dan santan yang meresap ke daging lele segera memencar di mulut. Daging lele terasa empuk di mulut karena matangnya merata. Maka jangan heran bila ada pengunjung yang tak malu-malu mengelumati sisa-sisa daging yang menempel di duri atau mungkin malah membelah kepala lele untuk menemukan otak yang tersembunyi di dalam rongga kepala.

Kuah mangut lele yang berwarna keoranyean membuat lidah tersetrum dengan rasa yang gurih-pedas dengan adanya potongan cabai besar. Sensasi pedas ini semakin menambah nikmat. Bagi yang tak suka pedas, kami sarankan tetap mengambil lauk mangut lelenya karena jika tidak memakai lele akan sayang sekali sudah jauh-jauh ke warung ini. Namun, kuahnya bisa diganti dengan kuah sayur lain yang tidak pedas

Coba juga lauk yang dibungkus daun pisang dan dimasak dengan cara dikukus. Di dalamnya ada garang asem hati dan ampela ayam. Namun, garang asem di sini tidak ada rasa asamnya, malah menu ini rasanya lebih mirip opor lalu dikukus. Meski begitu, menu ini tetap saja sama-sama enak dan nikmat sebagai teman nasi.

Pos terkait