Mercusuar.co, Purbalingga – Warga desa Kalialang, Kecamatan Kemangkon kembali sajikan gunungan hasil bumi berupa sayuran, buah-buahan, dan ubi-ubian untuk diperebutkan oleh para pengunjuk Grebeg Sura dalam rangka memperingati tahun baru Hijriyah 1447 dan 1947 tahun Saka di lapangan Desa setempat, Selasa (22)/2025). Kali ini Sebanyak 4 gunungan yang disajikan oleh warga dan 1 gunungan sumbangan dari pemerintah desa Kalialang.
Kepala Desa Kalialang, Beti Yuni Rahayu menyampaikan ucapan terimakasih kepada panitia grebeg sura beserta warga masyarakat Desa Kalialang yang telah kembali meramaikan gelar budaya yang rutin dilaksanakan tiap-tiap peringatan tahun baru Hijriyah atau Saka.
“Kami ucapakan terimakasih kepada panitia bekerja keras untuk mewujudkan kegiatan grebeg Sura ini, juga kepada warga masyarakat Desa Kalialang yang tetap semangat dalam menyambut tahun baru Hijriyah atau Saka dengan menyajikan gunungan dan puncit (tumpeng -red) untuk disantap bersama-sama,” ucapnya.
Beti juga menyampaikan, bahwa grebeg Sura dengan kirab gunungan merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat Desa Kalialang yang mayoritas petani terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesuburan tanah di desanya, sehingga petani bisa merasakan hasil tanaman, baik padi maupun sayuran serta buah-buahan dengan melimpah.
“Berkat rasa syukur ini, masyarakat merasakan, setiap tahun kehidupannya meningkat, ekonominya juga semakin membaik,” ujarnya.
Bahkan menurutnya, warga masyarakat Kalialang tidak lagi berharap adanya bantuan sosial berupa PKH yang diberikan oleh pemerintah untuk membantu warga yang kurang mampu.
“Warga kami telah terbebas dari santunan PKH. Terahir tingga 2 orang warga sebagai penerima manfaat PKH telah resmi mengundurkan diri. Ini sebuah kesadaran yang patut dicontoh, karena mereka berpendapat sepantasy PKH diberikan kepada yang lebih membutuhkan,” tandasnya.
Sementara itu, Camat Kemangkon, Desi Setiawan yang turut hadir di tengah-tengah pagelaran budaya Grebeg Sura Desa Kalialang mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. Menurutnya, kegiatan berbalut tradisi dan kebudayaan yang divisualisasikan dengan sodakoh hasil bumi dan makanan yang siap saji seperti puncit menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kalialang sangat menjaga kebudayaan bangsa dengan baik.
Kegiatan ini baik sekali. Ini harus terus dijaga eksistensinya, sehingga tradisi dan budaya kita tetap terjaga dengan baik. Tidak hanya di Kalialang saj, tapi juga di wilayah kecamatan Kemangkon,” katanya.
Dalam acara Grebeg Sura yang dipusatkan di lapangan tersebut, juga dibacakan sejarah berdirinya Desa Kalialang.
Sejarah berdirinya Desa Kalialang.
Pembentukan Karesidenan Banyumas tahun 1.831 oleh pemerintah Hindia Belanda, melalui Resolusi Dewan Hindia Belanda dibukalah sejumlah desa untuk menjadi daerah kekuasaannya, salah satu desa yang didirikan saat itu adalah desa Kalialang.
Dalam sejarahnya, seorang pemuda bernama Suradiwangsa yang tinggal di Desa Pelumutan dipertemukan dengan utusan dari pemerintah Hindia Belanda yang saat itu berkunjung ke desa Pelumutan.
Dari pertemuan yang singkat tersebut, Suradiwangsa mendapat mandat untuk membuka pemukiman baru di sebelah utara Sungai Klawing, yang saat itu merupakan rawa Klawing. Suradiwangsa menyanggupi dengan sarat untuk sementara waktu pemerintahan dilaju dari desa Pelumutan.
Rawa Klawing merupakan lahan yang tanahnya subur, karena dikelilingi mata air yang cukup besar, yakni lembah Klawing dan Sungai Berem. Dengan dibantu warga Kalicupak, Banjarsari dan Karangtengah, lahan pemukiman yang kelak bernama Kalialang dalam waktu satu tahun sudah bisa diwujudkan.
Sebagai cikal bakal dinamakan Desa Kalialang, sejarah tersebut berangkat dari sebuah perubahan aliran sungai di bagian utara yang saat itu airnya menyebar ke arah selatan dan barat, sehingga wujud sungainya hilang.
Dalam istilah Jawa, sungai disebut dengan kata “Kali”, karena dengan adanya Kali yang hilang (ilang-Jawa). Dari peristiwa itu, Suradiwangsa menggelar musyawarah bersama masyarakat di sekitar wilayah tersebut untuk menyepakati hilangnya sungai atau kali tersebut dijadikan sebagai nama desa. Kemudian disebutlah pemukiman baru itu dengan naman Kalialang atau kali yang hilang. Peristiwa tersebut diyakini terjadi pada tahun 1832.
Sosok Suradiwangsa.
Suradiwangsa merupakan trah keturunan dari Pejuang Amangkurat V yang bernama Sura Branti Mohamad atau Sura Permana. yang tinggal desa Kanding, saat ini masuk kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas.
Sura Branti Mohamad atau Sura Permana, memiliki keturunan bernama Adipati Mertasinga. Adipati Mertasinga berputra empat orang dan salah satu puteranya adalah Mertawedana yang bermukim di desa Pelumutan, saat ini masuk wilayah kecamatan Kemangkon.
Sedangkan Suradiwangsa merupakan anak kedua dari Mertawedana yang menjadi lurah pertama di desa Kalialang.
Adapun urutan pimpinan desa Kalialang sejak dijadikannya pemerintahan desa oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu:
1. Suradiwangsa (tidak diketahui masa jabatannya)2. Mertadiwirya (tidak diketahui masa jabatannya)
3. Mentareja (tidak diketahui masa jabatannya)
4. Wiryamihardi menjabat sampai tahun 1987
5. Sutarno menjabat sampai tahun 1998
6. Rusmanto menjabat sampai tahun 2006
7. Sarmadi menjabat sampai tahun 2019
8. Beti Yuni Rahayu masih menjabat sampai sekarang.(Angga)