Disbudpar Komitmen Lestarikan Caping Kalo di Kudus

disbudpar
Didik Nini Thowok, seniman tari berbakat asal Yogyakarta, berkunjung ke Desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, untuk bertemu dengan salah satu perajin caping kalo yang membuatnya dari bahan bambu yang dianyam, Selasa (14/11/2023). foto: antara

MERCUSUAR.CO, Kudus – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menyatakan tekad untuk melestarikan kerajinan caping kalo, yang saat ini menjadi ciri khas Kota Kudus, dengan mengintegrasikannya ke dalam berbagai kegiatan lainnya.

“Adanya program kegiatan yang nantinya mewajibkan sejumlah pihak menghadirkan kostum yang dilengkapi caping kalo, tentunya bisa meningkatkan animo masyarakat untuk mencintai kembali caping kalo,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya caping kalo berfungsi sebagai tutup kepala yang terbuat dari bambu yang digunakan oleh warga Kudus saat bepergian. Namun seiring berjalannya waktu, kerajinan tersebut mengalami peningkatan status menjadi identitas khas Kota Kudus karena keunikan dan keberadaannya yang eksklusif di wilayah tersebut.

Meskipun demikian, memalukan bahwa saat ini caping kalo mengalami penurunan apresiasi dari masyarakat yang kurang tertarik untuk melestarikannya.

“Tugas kami bersama masyarakat bagaimana melestarikan dan ada satu perlindungan untuk mengembangkan dan manfaatkannya,” ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, berupaya menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk instansi swasta yang sebelumnya telah mengembangkan budaya tari yang melibatkan penggunaan caping kalo.

“Kami tentu mengapresiasi untuk ditampilkan di beberapa kegiatan lokal hingga nasional. Hal ini rupanya membawa semangat tersendiri pihak swasta, ketika mereka memunculkan tari caping kalo sebagai ciri khas perusahaan. Kami tentu tidak mempermasalahkan karena ide kreasi bisa dimunculkan siapa saja, karena menjadi keuntungan bagi pemkab ketika punya tugas melestarikan dibantu pihak swasta,” ujarnya.

Dia berharap bahwa dengan dukungan dari pihak swasta dan integrasi dengan kegiatan lainnya, akan mendorong tumbuhnya generasi penerus perajin caping kalo.

Saat ini, katanya, perajin caping kalo yang masih aktif kebanyakan berusia lanjut, sehingga penting untuk segera melibatkan generasi penerus mengingat caping kalo telah menjadi bagian dari identitas Kudus.

“Bahkan, pakaian adat khas Kudus tidak akan lengkap tanpa caping kalo, sehingga tidak bisa ditinggalkan,” ujarnya.

Dia juga mengucapkan terima kasih kepada Didik Nini Thowok, seorang seniman tari yang menunjukkan perhatiannya terhadap kerajinan caping kalo dengan mengunjungi Rudipah, salah satu perajin di Desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kudus.

Didik Nini Thowok, seniman tari asal Yogyakarta, menyadari bahwa fenomena ini memang memerlukan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kudus, sehingga diharapkan akan muncul minat dari generasi muda untuk melanjutkan tradisi perajinan caping kalo tersebut.

“Dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dalam membuatnya, memang dibutuhkan generasi muda yang kesabaran tinggi dan tergerak hatinya untuk ikut melestarikannya karena memang dari sisi harga hanya berkisar Rp90 ribu hingga Rp125 ribu per buahnya,” ujarnya.

Kemudian, ia menyatakan berencana untuk menggunakan caping kalo sebagai atribut dalam tarian karyanya. Namun, ia menekankan bahwa pembuatan tarian tersebut harus dimulai dengan melakukan penelitian secara langsung di lapangan. (*)

Pos terkait