MERCUSUAR.CO, Jakarta – Nilai tukar rupiah di pasar spot menguat 0,28% menjadi Rp 15.848 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu (5/4), walaupun selama sepekan rupiah mengalami pelemahan 0,16%.
Menurut Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, sentimen yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah antisipasi data utama nonfarm payrolls yang mendorong kehati-hatian terhadap suku bunga AS. Namun, kekhawatiran akan memburuknya konflik di Timur Tengah, disertai dengan volume perdagangan regional yang melemah karena libur pasar Tiongkok, membuat selera risiko sebagian besar tetap rendah.
Komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve juga mendukung penguatan greenback, dengan Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari menyatakan bahwa inflasi yang tinggi dapat mencegah bank sentral untuk menurunkan suku bunga pada tahun 2024.
Di sisi domestik, posisi cadangan devisa Indonesia terus menurun, mencapai US$ 140,4 miliar pada akhir Maret 2024, menurun dari posisi pada akhir Februari 2024 sebesar US$ 144,0 miliar. Penurunan ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, kebutuhan likuiditas valas korporasi, dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Analisis dari Lukman Leong menunjukkan bahwa rupiah dalam sepekan ini lebih banyak tertekan oleh faktor domestik, terutama dari kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi Indonesia di tengah harga komoditas yang rendah, yang menekan nilai ekspor dan surplus, serta mempengaruhi cadangan devisa.
Proyeksi perdagangan mendatang memperhitungkan tekanan dolar AS terhadap rupiah, terutama dalam menanggapi data inflasi AS dan pernyataan the Fed dalam risalah pertemuan FOMC. Meskipun demikian, rilis data tenaga kerja AS NFP juga diprediksi akan memengaruhi tren dolar AS dan rupiah di minggu depan.
Lukman memprediksi bahwa pada perdagangan Selasa mendatang (16/4), rupiah diproyeksikan akan ditutup menguat di kisaran Rp 15.750 per dolar AS – Rp 16.000 per dolar AS.