Ahli Prabowo-Gibran Mendukung: MK Tidak Berwenang Memutuskan Pencalonan Gibran

Ahli Prabowo-Gibran Mendukung: MK Tidak Berwenang Memutuskan Pencalonan Gibran
Ahli Prabowo-Gibran Mendukung: MK Tidak Berwenang Memutuskan Pencalonan Gibran

MERCUSUAR.CO, Jakarta – Ahli yang mewakili Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Paslon 02 Prabowo-Gibran), menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa pencalonan Gibran. Pada sidang penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 di MK pada Kamis (4/4/2024), mereka menghadirkan ahli dan saksi untuk memperkuat argumen mereka.

Sesi pertama sidang, yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 13.15 WIB, menampilkan Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara seperti Andi Muhammad Asrun, Abdul Chair Ramadhan, Aminuddin Ilmar, dan Margarito Kamis; Ahli Hukum Pidana dan Hukum Pembuktian Edward Omar Sharief Hiariej; serta Dosen Senior dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khairi. Sementara itu, para peneliti dan konsultan politik, Hasan Nasbi dan Analis Politik Muhammad Qodari, serta saksi lainnya dijadwalkan akan memberikan kesaksian pada sesi-sesi berikutnya.

Bacaan Lainnya

Edward, yang sering dipanggil Eddy, menegaskan bahwa MK hanya berwenang menilai hasil penghitungan suara, sesuai dengan Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ia menyatakan bahwa argumen yang diajukan oleh pihak lain di luar lingkup kewenangan MK.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut juga menyoroti bahwa perselisihan terkait keabsahan pencalonan Paslon 02 Prabowo-Gibran seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum yang sesuai, seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pencalonan Gibran juga tidak dipermasalahkan selama debat resmi KPU, menurut Edward, sehingga dalil yang mempersoalkannya tidak relevan lagi.

Selain itu, Edward menyanggah dalil dari Paslon 03 yang meminta beban pembuktian kepada KPU atau Pihak Terkait. Ia menekankan bahwa beban pembuktian seharusnya ada pada penggugat, bukan tergugat, sesuai prinsip hukum yang mendasar.

Edward juga menanggapi dalil tentang nepotisme yang dikaitkan dengan pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dan meminta MK untuk memasukkan nepotisme sebagai bagian dari TSM. Namun, menurutnya, hal ini bertentangan dengan prinsip hukum yang mengatur penemuan hukum dalam konteks hukum pidana.

Para ahli hukum lainnya juga menguatkan argumen bahwa MK memiliki kewenangan terbatas dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum, terutama terkait hasil penghitungan suara. Mereka menegaskan bahwa MK tidak dapat mengeluarkan putusan yang melebihi kewenangannya atau memutuskan perkara yang bukan menjadi objek perselisihan.

Di samping itu, beberapa ahli juga menyoroti bahwa pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah memiliki perbedaan rezim hukum yang membuat analogi antara keduanya tidak tepat. Mereka juga menekankan bahwa penunjukkan penjabat kepala daerah oleh presiden atau gubernur tidak selalu berkorelasi dengan kemenangan calon tertentu dalam pemilu.

Kesaksian dari para ahli ini menjadi bagian dari proses persidangan yang diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang batas kewenangan MK dan relevansi argumen yang diajukan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam perselisihan ini.

Pos terkait